Koperasi Pondasi Dasar Ekonomi Kerakyatan Tameng Kapitalisme

Sekda Karanganyar Samsi. | Suroto (/Fokusjateng.com)

Sekda Karanganyar Samsi. | Suroto

FOKUS JATENG – KARANGANYAR – Koperasi sebagai salah satu bentuk usaha bersama guna mensejahterakan masyarakat sempat berkembang pesat Indonesia. Berkembangnya sistem  kapitalisme yang menggerus budaya gotong royong dalam berekomi mengakibatkan melemahnya koperasi hingga sekarang.



Pengamat ekonomi dari Universitas Surakarta (UNSA) Agus Trihatmoko mengatakan, sejarah mencatat jika koperasi di Indonesia telah mulai dirintis sejak akhir abad VIII, pada masa Kolonial Belanda. Menjelang dan di awal kemerdekaan, koperasi bahkan sudah menjadi bagian dari sistem perekonomian dalam upaya mensejahterakan masyarakat.

Baca juga: Mati Suri, 457 Koperasi di Wonogiri Segera Dibekukan

”Kendalanya adalah, sering berjalannya waktu justru koperasi konvensional banyak yang gulung tikar dan yang tumbuh adalah koperasi fiktif,” lanjut Agus di Pendapa Rumah Dinas Bupati Karanganyar , Kamis 13 Juli 2017.

Peran pemerintah terhadap koperasi, sebut dia, sangat penting. Sebab, setiap kebijakan yang dikeluarkan harus ada keberpihakan terhadap koperasi. Misalnya pada masa pemerintahan saat ini, Koperasi seakan mati suri karena tidak ada kementerian yang membidangi langsung.

”Seharusnya ada Kementerian sendiri yang membidangi koperasi. Karena jika ini bekembang pesat dapat menjadi sistem ekonomi kerakyatan yang mampu memenuhi kesejahteraan sendiri. Kalau digabung dengan kementerian lain, tidak optimal,” jelasnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Karanganyar Samsi, yang mengikuti jalannya sarasehan Hari Koperasi menambahkan, keberadaan koperasi di Karanganyar masih banyak yang mati suri. Kondisi perekonomiaan yang sulit serta kepercayaan masyarakat yang menurun, harus kembali diangkat. Koperasi yang menggunakan sistem gotong royong dan kebersamaan harus kembali dibangkitkan di masyatakat.

”Jika  didasari gotong royong dan rasa keperecayaan antar masyarakat kuat, saya kira tidak perlu adanya pasar besar yang menguntungkan kapitalisme. Karena setelah koperasi sudah dapat memenuhi kebutuhan sendiri, maka pengurus  dan dan anggota sudah sama-sama diuntungkan,” ungkap Samsi. (oto)