Pengunjung Internasional Gamelan Festival 2018 dari Mancanegara Kesengsem Produksi Gamelan Asal Banyudono Boyolali

Pengunjung Internasional Gamelan Festival 2018, mancanegara melihat lebih dekat galeri gamelan di Dusun Candirejo, Desa Dukuh, Kecamatan Banyudono, Boyolali, Kamis 16 Agustus 2018. (Dok. Diskominfo Boyolali/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG – BOYOLALI – Kabupaten Boyolali termasuk dalam rangkaian kegiatan International Gamelan Festival (IGF) 2018 yang digelar di kompleks Benteng Vastenburg, Solo, Jawa Tengah, yang berlangsung dari 9 hingga 16 Agustus 2018. Festival yang diselenggarakan Direktorat Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ini mendatangkan sejumlah maestro gamelan dari berbagai penjuru tanah air dan mancanegara.

Dengan mengusung tema besar Homecoming, festival diramaikan dengan pameran, konser gamelan, penerbitan buku tentang seluk beluk seni gamelan, dan seminar yang akan menghadirkan para ahli dan peneliti gamelan sebagai narasumber.

Sementara kegiatan di Boyolali diawali dengan melihat proses pembuatan gamelan pada Kamis pagi 16 Agustus 2018. Agenda ini berlangsung di pengrajin gamelan yang berada di Dukuh Candirejo; Desa Dukuh; Kecamatan Banyudono. Di tempat milik Suwaldi ini peserta yang berasal dari 19 grup dari 10 negara ikut menyaksikan dari dekat proses akhir pembuatan gamelan.

Usai melihat proses pembuatan gamelan, rombongan melanjutkan kunjungan ke SMAN 1 Boyolali. Rombongan mengikuti agenda diskusi dan memainkan gamelan bersama dengan sejumlah siswa. Sebagai hiburan disuguhkan tarian dan mengajak interaksi para peserta untuk menari bersama tim Duta Seni dan Misi Kebudayaan Pelajar Boyolali 2018.

Kabag Umum dan Kerja sama Setjen Kemendikbud, Ahmad Mahendra berharap rangkaian IGF di Boyolali ini mampu menunjukkan bahwa gamelan merupakan salah satu budaya Tanah Air.

“Tujuannya adalah sebenarnya tempat situs di Blora, Karanganyar, Wonogiri dan Boyolali menunjukkan gamelan itu sudah sangat mengakar. Gamelan itu sudah biasa dan dari sejak dini,” terangnya.

Lebih lanjut pria yang juga Koordinator Platform Indonesiana ini menyatakan bahwa SMAN 1 Boyolali mewakili bagaimana proses regenerasi dari gamelan. Jadi kegiatan IGF ini menurut Ahmad dilakukan tidak hanya bersama maestro tapi juga ke sekolah dan pembina gamelan.

“Festival ini ke depan menjadi kegiatan yang dapat diharapkan berkumpulnya para penggamel di seluruh dunia. Kita semua bisa melihat regenerasi berjalan terus terhadap gamelan,” imbuhnya.

Selain itu dengan didatangkannya peserta yang berasal dari mancanegara diharapkan mampu memotivasi para pelajar Boyolali dalam rasa memiliki akan budaya gamelan. Bahkan mereka mampu berkolaborasi dengan memainkan alat musik gamelan dengan baik.

“Memotivasi anak-anak dengan berkolaborasi dengan bagus. Hingga anak-anak ada rasa memiliki dan makin memiliki serta bangga dengan gamelan itu,” tegasnya.

Sementara salah satu peserta festival, Jonas mengapresiasi kegiatan yang Ia ikuti dalam kunjungan di Boyolali ini.

“Luar biasa. Saya sangat tertarik dengan gamelan. Dapat melihat dari dekat pembuatan gamelan dan berinteraksi dengan pemain gamelan yang masih pelajar,” terang warga Spanyol yang pernah mengenyam pendidikan jurusan

karawitan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia [Institut Seni Indonesia-sekarang] Surakarta ini.

“Gamelan itu sangat menarik. Menggunakan rasa dalam memainkan gamelan [agar] bisa menjadi satu agar ada keselarasan atau harmoni,” tandas pria yang kini mengajar seni di negara Belanda ini.