Kasus DBD di Boyolali Mulai Merebak, Pemkab Sarankan Langkah Ini

Kepala Dinas Kesehatan Boyolali, Puji Astuti (yull/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Kepala Dinas Kesehatan Boyolali, Puji Astuti meminta warga agar mewaspadai munculnya wabah demam berdarah dengue (DBD), mengingat sudah ada dua kasus kematian akibat DBD selama lima bulan terakhir.
“Antisipasi harus kita lakukan, diantaranya dengan menggerakkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) sert fogging di daerah terpapar,” kata Puji.
Kepala Dinkes Boyolali menyebut hingga akhir Mei ada 298 yang diperiksa. Dengan rincian 171 kasus demam dengue (DD), BDB sebanyak 95 kasus, demam sock syndrome (DSS) 23 kasus dan 9 kasus diagnosa lain. Kemudian ada dua kasus kematian akibat DBD ini. Puji juga meminta pihak Puskesmas melakukan antisipasi secara maksimal.
“Dua kasus kematian akibat DBD itu terjadi di Desa Karangnongko, Mojosongo dan Desa Sambeng, Juwangi. Selanjutnya, pemeriksaan terhadap potensi DBD terus dilakukan. Begitu ada laporan dari Rumah Sakit (RS) maupun Puskesmas langsung ditindak lanjuti dengan penyelidikan epidemologi (PE),” kata Puji.
Dijelaskan, paparan DB dan SDB sebenarnya mulai melandai. Selama kurun lima bulan, puncak kasus DBD terjadi pada Januari dengan 40 kasus. Kemudian pada Februari sempat turun menjadi 20 kasus. Paparan DBD mulai naik lagi pada Maret dengan 21 kasus dan April 25 kasus. Lalu melandai lagi pada bulan lalu dengan 12 kasus.
“Kebanyakan ini kalau kita tracing dengan PE, tidak semuanya juga positif DBD. Kalau asal semprot bisa membuat nyamuk tambah kebal dan asapnya mengganggu pernafasan,” jelasnya.
Kendati keluhannya hampir sama, namun tidak semua gejala bisa mengindikasikan positif DBD. Perlu pemeriksaan medis dan PE. Jika ditemukan kasus baru dalam radius 100 meter di sekitar lokasi temuan awal. Maka akan dilakukan fogging focus. Selain itu, PE berguna untuk mengidentifikasi apakah termasuk dalam DBD. Menurut Puji, banyak laporan terkait DBD yang masuk, akan tetapi, setelah pemeriksaan, tidak semua tercatat sebagai DBD.
“Mengacu data Dinkes Boyolali pada 2021 terdapat 492 laporan yang masuk. Dari jumlah tersebut hanya ada 162 temuan DBD. Sisanya, sebanyak 256 mengalami demam dengue, 26 kasus demam sock syndrome dan 48 diagnosa lain,” terang Puji.
Kadinkes menambahkan masih banyak masyarakat yang panik ketika trombosit darah turun. Padahal bisa jadi dialibatkan penyakit lainnya. Kemudian, pada 2021 terdapat lima kasus kematian akibat DBD. Temuan kasus terbesar di Kecamatan Ngemplak dan Juwangi dengan masing-masing 24 kasus.
Kemudian di Kecamatan Nogosari ditemukan 23 kasus DBD. Menurut Puji, tingginya kasus DBD juga dipicu faktor cuaca yang berubah-ubah. Terkadang hujan berlanjut terik membuat nyamuk pembawa virus dengue ini mudah berkembang biak. Sebab air hujan menjadi wadah nyamuk untuk bertelur. Kemudian panas membuat jentik-jentik bisa berkembang menjadi nyamuk.
“Berbeda kalau musim hujan terus, mungkin malah nyamuk nggak ada. Tetapi kalau seperti inilah, kemarin hujan terus, panas. Justru jentik kesempatan untuk tumbuh itu kan ada,” pungkasnya.