Sadranan di Boyolali Diizinkan Secara Terbatas

warga menggelar tradisi sadranan di Musuk-Boyolali sebelum pandemi COVID-19 (doc) (yulianto/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Pemkab Boyolali mengizinkan warganya untuk menggelar tradisi sadranan secara terbatas. Tradisi ini biasa digelar pada bulan Ruwah dipenanggalan Jawa atau Syaban dipenanggalan hijriyah, seperti warga di tiga kecamatan di kawasan lereng Merapi Merbabu.
“Tradisi ruwah ini bisanya dimulai dengan membawa berbagai makanan ke makam dan dilanjutkan dengan bersih-bersih serta doa bersama. Selanjutnya, tiap desa akan menggelar open house. Tapi kali ini kami batasi,” kata Sekda Boyolali, Masruri.
Dijelaskan, tradisi sadranan tetap mengacu pada intruksi Bupati. Sebab, Boyolali masih berada di level 3 PPKM. Masyarakat tetap diizinkan menggelar sadranan ke makam dengan prokes ketat. Sedangkan tradisi open house diimbau untuk ditiadakan. Peniadaan open house ini baru diberlakukan di wilayah Cepogo.
“Kalau ke makam boleh tapi kalau ramai-ramai kunjungan ke rumah-rumah atau open house kami sarankan tidak usah dulu. Kalaupun buka dengan prokes ketat. Dan boleh kalau keluarga sendiri. Meski tiap kecamatan/desa ada kebijakan berbeda,” katanya.
Khusus di wilayah Cepogo, tidak diizinkan mengadakan open house. Pemerintah kecamatan hanya mengizinkan untuk menggelar tradisi dan membawa tenongan ke makam. Masruri menilai, pembatasan ini sebagai langkah antisipasi potensi paparan covid-19. Karena biasanya pengunjung tradisi sadranan.
Senada Camat Cepogo, Waluyo Jati mengatakan awal bulan ini sudah memasuki tradisi sadranan. Biasanya tiap dusun mengadakan sadranan di hari-hari tertentu yang sudah ditentukan. Sehingga pelaksanaan sadranan antar desa bisa berbeda-beda. Terkait sadranan tahun ini, pihaknya telah bersepakat dengan desa. Selain itu, Pemerintah Kecamatan juga membuat surat edaran nomor 300/103/6.2/2022 tentang panduan pelaksanaan sadranan di wilayah Cepogo. Beberapa peraturan yang diimbaukan seperti, pelaksanaan sadranan sesuai adat istiadat yang berlaku. Yakni, kenduri, bersih makam dan tenongan ke makam. Masyarakat dilarang membawa ponsel ataupun memotret selama proses sadraman di makam dijalankan. Serta tidak diadakan kunjungan rumah selama sadranan.
“Benar, sudah ada kesepakatan dengan tiap desa. Sadranan bisa digelar. Tapi khusus untuk besik makam harus dengan prokes ketat. Karena kami menyesuaikan dengan situasi kondisi pandemi. Sedangkan untuk open house tahun ini ditiadakan,” katanya.