Pentingnya Brokohan Bagi Masyarakat jawa

brokohan

ilustrasi (yull/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-Boyolali-Selamatan merupakan sebuah tradisi ritual atau proses bersifat spiritual yang hingga kini tetap lestari. Salah satu upacara adat Jawa ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas anugerah dan karunia yang diberikan Tuhan. Salah satunya adalah selamatan kelahiran bayi.
Istilah Selamatan sendiri berasal dari bahasa arab yakni Salamah yang memiliki arti selamat atau bahagia. Biasanya, selamatan dilakukan dengan mengundang beberapa kerabat dan warga sekitar . Selamatan biasa digelar secara tradisional pada sore hari dengan doa bersama, dengan mengelilingi nasi tumpeng, di lanjutkan dengan menikmati nasi tumpeng tersebut. Disisi lain, selamatan juga kerap dilakukan sebagai sarana bersedekah dan untuk menolak bala.
Adapun, selamatan untuk kelahiran bayi dalam adat Jawa itu diantaranya ritual Brokohan, sepasaran, puputan, selapanan, limang lapanan, dan setahunan.
Lalu, seperti apa selamatan brokohan itu? Kata brokohan sendiri diambil dari bahasa Arab, yakni barokah, yakni mengharapkan berkah.
Menurut Budayawan Boyolali, Surojo, selamatan brokohan ini biasanya dilakukan sehari setelah kelahiran bayi. Selamatan ini terbagi dua, yakni selamatan untuk keluarga bangsawan dan rakyat pada umumnya. Untuk kalangan bangsawan uborampe (perlengkapan) upacara yang dibutuhkan seperti dawet, telur mentah, jangan menir, sekul ambeng, nasi dengan lauk, jeroan kerbau, pecel dengan lauk ayam, kembang brokohan yaitu mawar, melati dan kantil, kelapa dan beras.
“ Kalau warga di kampung biasanya lebih sederhana yaitu nasi ambengan yang terdiri dari nasi jangan, lauk pauknya peyek, sambel goreng, tempe, mihun, jangan menir dan pecel ayam.”
Ia menuturkan ritual ini digelar segera setelah bayi lahir dan dihadiri oleh si ibu, suami, keluarga, serta orang yang dituakan. Diawali dengan penanaman ari-ari dan diikuti penyediaan sesaji brokohan yang dibagikan kepada tetangga.
“Ada telur ayam mentah, gula jawa setengah tangkep, kelapa setengah buah, dawet dan kembang brokohan yaitu mawar, melati dan kantil. Ada pula makanan pantangan yaitu sambal, sayur bersantan, telur ikan tawar dan telur asin,”tuturnya.
Selanjutnya, dilaksanakan kenduri yang melibatkan warga sekitar. Dalam ritual ini masih ada sebagian masyarakat yang membaca doa selamat dalam bahasa jawa. Namun umumya setelah pembacaan doa selamat, biasanya diikuti dengan shalawatan dan berjanjen.
“Biasanya, acara brokohan dilanjutkan dengan budaya sewengenan. Dalam sewengenan, para bapak-bapak ikut terjaga semalaman dengan tujuan menjaga rumah si bayi,” imbuhnya.
Ubarampe brokohan sendiri, lanjut Surojo, merupakan simbol yang memiliki makna sebagai doa serta harapan orang tua terhadap sang anak yang baru lahir.
Disebutkan, jenang abang putih sebagai simbol kedua orang tua, telur ayam kampung mentah sebanyak jumlah neptu lahir si bayi asal muasal. Kemudian gula jawa adalah simbul harapan menjadi orang yang berguna.
“Dhawet cendhol ini simbol kemulyaan dan kelancaran usaha hidup, intinya semua ubarampe dan ritual yang dilakukan itu berisi harapan, permohonan rasa syukur orang tua kepada Tuhan.”