Dampak Musim Kemarau, Warga Lereng Merapi Kecamatan Tamansari Boyolali Beli Air Rp 300 Ribu/Tangki

Warga rela menjual anakan sapi dan hasilnya untuk membeli air kombor sapi yang indukan. (Yulianto/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Dampak kemarau mulai dirasakan warga di wilayah Kecamatan Tamansari. Mereka mulai kesulitan mendapatkan air bersih karena sumber air maupun persediaan air di tandon mengering. Sebagian warga terpaksa sempat menjual ternaknya, untuk mencukupi kebutuhan pakan bagi ternak lainnya. Saat ini harga air sudah mencapai Rp 300.000/ tangki kapasitas 6.000 liter.

“Saya sudah menjual cilikan (pedet), untuk membeli pakan bagi sapi-sapi yang besar,” kata Gondo, warga Dukuh Sudimoro, Desa Sangup, ditemui di kampungnya.

Gondo mengaku, terpaksa menjual anak sapi miliknya. Mengingat, dari hasil susu perahnya tidak mencukupi untuk pembelian pakan ternak saat ini. Hal ini karena semua pakannya harus beli. Air, pakan hijauan dan campuran untuk ngombor atau memberi minum sapi, semuanya harus beli.

Gondo mengaku memiliki 12 ekor sapi perah. Sedangkan anaknya memiliki 6 ekor. Untuk kebutuhan pakannya, setiap hari mencapi sekitar Rp 400.000. Dari 12 ekor tersebut, 6 ekor diantaranya saat ini masih diperah, diambil susunya. Sedangkan lainnya tidak karena ada yang sedang bunting.

Dari 6 ekor sapi yang diperah, kata Gondo, produksi susunya sekitar 75 – 85 liter per hari. Harga susu per liter sebesar Rp 5.000. Sedangkan harga air bersih di dukuh yang merupakan dukuh paling atas di wilayah tersebut yang berada lereng Gunung Merapai sisi timur itu mencapai Rp 300.000/tangki. “Satu tangki (6.000 liter) tidak sampai 10 hari sudah habis,” jelasnya.

Air bersih selain untuk kebutuhan pakan ternaknya, juga digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Senada warga lainnya, Naryo, mengemukakan sebagian warga di musim kemarau ini terpaksa mengurangi hewan ternaknya.

Uang hasil jual ternak tersebut, antara lain juga untuk membeli pakan bagi ternak sapi yang masih dipelihara. Di musim kemaray ini semuanya harus beli, termasuk rumput, karena rumput di ladang maupun di hutan semua mengering.

“Ya terpaksa dikurangi untuk ngopeni sapi lainnya. Karena saat ini tidak ada pendapatan dari pertanian. Andalan di musim kemarau hanya tembakau dan cabe, sekarang sudah habis. Tanaman sayuran nggak ada, kalah sama monyet,” imbuh dia.

Warga Desa Sudimoro lainnya, Pomo, juga mengaku sudah menjual sebagian hewan ternaknya. Dia menjual ternak sapi penggemukan, kemudian dibelikan yang kecil. Sisanya untuk membeli pakan ternak bagi sapi-sapi yang masih dipelihara.

“Saya ereti. Saya jual yang besar, dibelikan yang kecil terus sisanya untuk beli pakan dan air bersih,” kata Pomo.
Sementara itu Kepala Dusun (Kadus) Sudimoro, Desa Sangup, Purwo, mengatakan warga di musim kemarau terpaksa harus membeli air bersih. Hal ini karena sumber air yang ada debitnya sangat kecil dan tidak mencukupi untuk masyarakat semuanya.

“Jadi harus membeli. Selain untuk kebutuhan rumah tangga juga untuk ternak sapi perah,” terang Purwo. Untuk membeli air pun, warga harus antri karena banyaknya yang membeli. Rata-rata warga harus menunggu 2 hingga 3 hari, baru mendapatkan pesanan air bersih dari truk tangki swasta.

“Jadi sebelum air di bak habis, biasanya warga sudah pesan air lagi,” pungkasnya.