FOKUS JATENG-BOYOLALI-Direktorat Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Indonesia menggelar program School of Javanese Culture di lereng Merbabu Desa Senden, Kecamatan Selo, Boyolali, Jawa Tengah. Kegiatan itu diikuti sekitar 39 mahasiswa dari berbagai negara.
Para peserta kursus singkat pembelajaran budaya Jawa selama satu minggu. Selain mempelajari berbagai aspek budaya, seperti bahasa kesenian tradisional hingga pertanian di desa penghasil tembakau tersebut, mereka juga tinggal membaur di rumah-rumah warga sehingga tercapai kesepahaman lintas budaya.
Mereka terdiri dari tiga peserta berasal dari Vietnam, dua peserta dari Bangladesh, masing-masing satu perserta dari Tajikistan, Malaysia, Filipina, Afghanistan, Pakistan, dan India, dan sisanya peserta dari wilayah Indonesia Timur.
Dosen Fakutas Ilmu Budaya UI, Widiasmara Murti mengatakan, program pengajaran budaya Jawa ini merupakan kelanjutan dari program yang telah dirintis sebelumnya, yakni pembuatan laboratorium bahasa Jawa yang juga berlokasi di desa yang berlokasi di kaki Merbabu tersebut dan telah menghasilkan metode dan kurikulum pembelajaran bahasa Jawa untuk diterapkan.
Selain untuk bidang keilmuan, program ini juga ditujukan untuk meningkatkan sisi ekonomi masyarakat dengan pengembangan desa budaya di Senden. Secara tak langsung, hal ini juga akan mengedukasi masyarakat dalam berbagai hal, semisal kesadaran lingkungan.
Desa Senden, yang lokasinya cukup terpencil, dipilih karena tradisi dan khazanah lokal masih mengakar kuat. Masyarakatnya pun ingin maju dan mengajukan permohonan ke UI untuk menjadi lokasi berbagai program kebudayaan unversitas. “Konsep sekolahnya non-formal. Peserta juga tinggal di rumah-rumah warga sehingga ada interaksi antar kebudayaan agar saling mengerti dan memahami,” terangnya Selasa 31 Juli 2018.
Berbagai seni tradisi lokal juga akan dipelajari, diantaranya gamelan, tarian hingga seni panggung kethoprak. Meski hanya sekelumit, namun akan tetap dipentaskan dalam Festival Tungguk Tembakau yang digelar di desa tersebut pada akhir pekan nanti.
Nathan, (22) peserta dari Filipina mengatakan, ia tertarik untuk mengikuti program, sebab Indonesia dan Filipina mempunya kedekatan budaya, meliputi bahasa, makanan, dan sebagainya.
“Budaya asli Filipina mulai tersisih saat ini, terinfiltrasi budaya populer. Makanya saya tertarik untuk belajar sebab budaya di Jawa masih kuat. Mungkin saya bisa belajar beberapa hal dalam pelestarian budaya untuk diterapkan di sana,” tuturnya.
Mirza Amir (30), peserta dari Tajikistan menambahkan, sebelum mengikuti program, ia hanya sedukit mengerti tentang Indonesia dan belum pernah mendengar tentang budaya Jawa. Hal-hal baru itulah yang membuatnya tertarik mempelajari budaya baru yang masih asing di lingkungannya.
“Sangat menarik untuk dipelajari lebih jauh. Hanya soal bahasa jawa, saya cukup kesulitan mengucapkannya,” kata pria yang fasih berbahasa Inggris, Rusia, dan Jerman tersebut.