FOKUS JATENG-BOYOLALI-Warga lereng Gunung Merapi-Merbabu menggelar tradisi “sadranan” Rabu 2 Mei 2018. Kearifan lokal ini sebagai cara mereka untuk berkomunikasi kepada Tuhan Yang Maha Esa dan sesama warga masyarakat.
Tradisi ini diawali digelar di Tempat Pemakaman Umum Puroloyo Dusun Tunggulsari, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. Sembari membawa tenong, satu per satu warga dari Desa Sukabumi hingga Desa Mliwis, Cepogo, memadati kompleks makam. Setelah dibacakan doa, kue dalam wadah itu selanjutnya dibagikan kepada warga lain sedekah sebagai syukur atas rezeki yang diterimanya.
Bermacam sedekah dibawa untuk disajikan bersama-sama. Mulai dari makanan tradisional sampai makanan kemasan kesukaan anak-anak. Seperti Zainuri (37) warga Desa Mliwis, dia membawa aneka macam jajanan kesukaan anak-anak serta buah empat macam, yakni kelengkeng, apel, semangka, dan jeruk, untuk disedekahkan kepada masyarakat.
Dari Mliwis dia tidak datang sendirian. Dia datang bersama rekan sekampung yang juga sama-sama membawa tenong sedekah.
Prosesi Sadranan dimulai sekitar pukul 07.00 WIB dengan pembacaan doa-doa dan kemudian dilanjutkan dengan pembagian makanan atau kue-kue khas atau jajanan pasar yang menggambarkan kemakmuran hasil bumi masyarakat.
Murtono, salah seorang panitia Sadranan di Desa Sukabumi, Kecamatan Cepogo, mengatakan bahwa kegiatan tersebut sudah tradisi tahunan sejak nenek moyang sehingga perlu dilestarikan oleh anak cucu. Pada Sadranan tahun ini diikuti sekitar 2000 orang dengan jumlah ratusan tenong.
“Warga lereng Merapi seperti di Cepogo, lebih ramai saat upacara Sadranan dibanding Lebaran. Mereka sanak saudara dan teman yang bekerja di luar daerah berdatangan pulang kampung untuk mengikuti tradisi ini,” katanya.
Dia mengungkapkan, selepas berdoa di makam, warga setempat biasanya saling berkunjung. Mereka mendatangi tetangga-tetangga dengan maksud bersilaturahmi. Di masing-masing rumah pun telah disediakan makanan. Mulai dari makanan ringan sampai nasi dan lauk-pauk. Menurutnya, ramainya sadranan lebih meriah dibandingkan saat Lebaran tiba.
M. Zaini (54), warga Sukabumi, mengatakan upacara Sadranan tersebut waktunya sudah ditunggu-tunggu oleh masyarakat karena dilaksanakan setiap tahun menjelang puasa.Tidak hanya sedekah dan silaturahmi, mereka juga melantunkan doa dan dzikir yang ditujukan untuk mendoakan arwah leluhur dan sanak famili yang sudah meninggal dunia.
Zaini, berharap mendapatkan manfaat dan pahala dari sedekah yang dibawa dan doa yang dilantunkan selama Sadranan. Dia datang ke Makam Puroloyo bersama warga satu kampung. “Kami warga satu RT membawa lebih dari 80 tenong. Semuanya kami niatkan untuk sedekah, semoga ada manfaatnya dan kami mengharap pahala dari Allah SWT,” katanya.
Tradisi ini terus dilestarikan oleh warga di lereng Gunung Merapi. Tokoh masyarakat setempat, H Masykuri menuturkan tujuan Sadranan bukan sekadar membimbing masyarakat untuk selalu ingat pada Sang Pencipta, tetapi juga meningkatkan rasa hormat terhadap jasa leluhur yang pernah memimpin wilayah Cepogo, seperti Kyai Bonggol Jati dan Kyai Ahmad Dahlan sebagai cikal bakal wilayah tersebut.