Sekilas Tentang Keganasan Suradi Bledheg

Dr Purwadi dari UNY. (yulianto/Fokusjateng.com)

FOKUSJATENG – BOYOLALI – Sebagai sebuah kabupaten, Boyolali menyimpan sejarah yang tak bisa dipandang sebelah mata. Sebut saja sejarah perkebunan di Lereng Gunung Merbabu, Pesanggrahan Madusita, dan wilyah Pengging dengan sumber air terbaik, hingga sejarah kelam di masa revolusi.

Seperti diungkapkan dalam sarasehan bertema ‘Boyolali di Masa Revolusi’ berlangsung di Museum Hamong Wardoyo Boyolali, pada Sabtu (31/1/2021) lalu. Diskusi yang dipandu Sejarawan Boyolali, Surojo ini semakin menarik saat mengisahkan terbentuknya TKR/BKR yang ditandatangani oleh Moh. Hatta. Akan tetapi, Tentara Kemanan Rakyat / Badan Kemanan Rakyat (TKR/BKR) yang semula digagas sebagai relawan ternyata menuntut gaji dari negara.

“Dikarenakan kesulitan keuangan negara, akhirnya sekitar 600 ribu orang tidak dapat diterima sebagai anggota TKR/BKR,” tutur Dr. Purwadi narasumber asal Universitas Negeri Yogyakarta.

Hal ini kemudian melahirkan kekecewaan dan bibit kerusuhan disejumlah tempat. Salah satu kelompok yang kecewa dengan kondisi ini adalah Merapi Merbabu Complex (MMC). Kelompok ini terbentuk pada 4 Januari 1946, dipimpin oleh Suradi Bledheg. Mereka menggasak apa saja yang dianggap milik orang-orang yang dianggap antek Belanda. Instabilitas politik yang masih menaungi bangsa Indonesia saat itu membuat segalanya semakin kacau.

“Ditambah lagi pada tanggal 3 Juli 1946 seluruh kepatihan termasuk Boyolali dibekukan oleh internal pemerintah dan parpol sehingga tidak ada kekuatan atau kontrol yang kuat,” imbuhnya.

Hal inilah yang mencatatkan sejarah kelam pemberontakan (dilakukan oleh MMC) pada pemerintahan yang saat itu berkuasa. Dikabarkan, wilayah yang paling penting bagi MMC adalah lereng Merapi. Adapun kota-kota di bawahnya, yakni Magelang, Solo, dan Yogyakarta menjadi basis TNI untuk melakukan penyerbuan dan perang anti-gerilya.

Sejak zaman revolusi, lereng Merapi memang menjadi tempat bersembunyi para gerilyawan dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda. Operasi militer yang dilancarkan pemerintah berhasil menangkap para anggota MMC yang di sekitar Sleman. Kemudian di Klaten, tim gabungan TNI-Polri berhasil menembak Suradi Bledeg, pemimpin MMC yang dilahirkan pada 1921 di Musuk, Boyolali. Tokoh MMC itu tewas dalam sebuah baku tembak dengan peleton dua dari Batalion 417 di Dusun Brintik, Desa Malangjiwan, Klaten, pada 1 April 1951.