INSPIRASI: Minarso-Madiyem, Pasutri yang Tak Lelah Menekuni Kerajinan Kepang hingga di Usia Senja

Pasutri warga Tanon, Sragen, menekuni kerajinan anyaman bambu kepang Kamis 1 Januari 2018. (Huriyanto/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-SRAGEN-Usia tidak muda lagi, namun demi menyambung hidup, pasangan suami istri (pasutri) di Sragen ini tetap menekuni usaha. Keduanya bernama Muh. Minarso (65)-Madiyem (62), warga Dusun Sedangwuni, Desa Bonagung, Kecamatan Tanon, Sragen. Sehari-hari keduanya menekuni kerajinan kepang (alas penjemur padi).

Pasutri ini menekuni kerajinan kepang sejak masih muda. Bagi keduanya, pekerjaan menganyam kepang dibutuhkan kesabaran penuh lantaran prosesnya hingga sepekan. Baik proses dalam pemilihan bambu, memotong kecil-kecil, mengeringkan, hingga dibelah tipis-tipis menjadi anyaman.

Minarso menuturkan, pekerjaan itu ditekuni lantaran hanya keahlian itulah yang dikuasai selain bekerja di sawah. Keahlian tersebut juga warisan dari kedua orang tuanya untuk bekal hidup, mencari rezeki untuk menafkahi anak istri.

“Saya itu pertama bikin kepang sejak saya duduk di sekolah rakyat zaman dulu. Keahlian ini saya dapat dari orang tua saya. Kata orang tua saya ini sebagai keahlian mencari penghasilan. Dulu setelah jadi kepang saya pasarkan di Pasar Gabugan,” tuturnya Kamis 1 Januari 2018.

Sementara itu, penghasilan pembuat kepang ini meningkat saat momen musim panen padi seperti saat ini. Para pengrajin kepang selalu kualahan melayani pembeli di seputar Kecamatan Tanon dan dari luar Sragen, baik pedagang maupun perorangan.

Penghasilan mereka di hari biasa Rp 35 ribu sampai Rp 40 ribu per kepang. . Namun di musim panen seperti ini satu kepang buatannya  dihargai Rp 70 ribu. Dia bersama istri sangat menggantungkan hidup dari kerajinan kepang.