FOKUS JATENG – KLATEN – Apabila air Daerah Aliran Sungai (DAS) sudah kritis, maka segera dipulihkan. Hal itu untuk menjaga lahan tidak kritis. Sementara lahan kritis di Indonesia mencapai 24,32 juta hektare dan saat ini sedang dilakukan pemulihan atau penangganan.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Dirjen Pengendalian SDA Kementerian Lingkungan Hidup Murdiyono di Klaten, Kamis 14 September 2017. Kedatangannya dalam rangka optimalisasi peran kepala desa dan tokoh masyarakat dalam pelestarian sungai serta rehabilitasi DAS.
Untuk menangani hal tersebut,kata dia,SDA(sumber daya alam) Kementerian Lingkungan Hidup melakukan rehabilitasi didalam kawasan hutan dan diluar kawasan lahan hutan yang sudah kritis. Sedangkan untuk kawasan luar diberikan persemian secara permanen.
”Ada 50 tempat persemian permanen dan setiap persemian tersebut dapat memproduksi sebanyak 1 juta bibit. Mereka dapat Rp50 juta dengan syarat mempunyai lahan 25 hektare dan memiki kelompok sedikitnya 15 orang,” kata Murdiyono.
Selama ini minat menanam bibit pohon untuk di wilayah luar Jawa sangat rendah,sehingga Kementerian Lingkungan Hidup memberikan bibit pohon secara gratis dan insentif. Kata dia,berbeda dengan di wilayah Jawa. Masyarakat Jawa sudah banyak meminati program tanam bibit pohon ini.
”Ya,kalau di luar Jawa memberikan bibit itu harus ada rangsangan,yaitu dengan cara memberikan insentif,kalau di Jawa ditiadakan. Dan bibit itu berupa bibit nangka,rambutan dan lainnya,” ujar dia.
Disinggung untuk menanggulangi lahan kritis,kata Murdiyono,pertama bagaimana air hujan itu meresap lebih banyak, dengan itu tidak akan menimbulkan banjir. Ia mencontohkan,banyak warga saat ini yang memplester halaman rumah mereka sehingga sangat sedikit untuk peresapan air hujan tersebut.
”Kalau PU itu air hujan dimanfaatkan kemudian secepatnya dibuang atau dialirkan ke laut, tapi kalau kami tidak. Air tersebut agar meresap ke tanah kemudian pada saat kemarau masih ada simpanan air, sehingga air tersebut tetap terjaga,” tandasnya.