FOKUSJATENG.COM, KARANGANYAR — Pagi itu, suasana Anthurium di kompleks Rumah Dinas Bupati Karanganyar terasa berbeda. Bukan agenda pemerintahan formal yang digelar, melainkan kehangatan dan semangat kebersamaan dari puluhan wanita yang tergabung dalam Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI). Pada Sabtu, 20 September 2025, rumah yang menjadi simbol kepemimpinan daerah itu membuka pintunya lebar-lebar, menjadi saksi bisu wujud nyata toleransi yang hidup di Kabupaten Karanganyar.
Gedung pemerintahan seringkali terkesan kaku dan formal. Namun, pemandangan 78 pengurus WKRI dari berbagai cabang di Jawa Tengah yang khidmat mengikuti acara Pembekalan Pengurus seolah menepis anggapan tersebut. Rumah dinas ini bertransformasi menjadi ruang publik yang merangkul semua golongan, sebuah cerminan dari masyarakat Karanganyar yang harmonis.
Kegiatan yang bertujuan untuk penguatan kapasitas pengurus ini menjadi lebih dari sekadar acara internal organisasi. Ia menjadi penanda bahwa di Karanganyar, sekat-sekat perbedaan keyakinan bukanlah penghalang untuk bersinergi dan saling mendukung.
“Kami menyadari mungkin masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan. Semoga acara ini bisa berjalan lancar dan memberikan semangat baru bagi seluruh pengurus,” ujar salah satu panitia dalam laporannya, menyiratkan kerendahan hati dan semangat untuk melayani.
Pesan Hangat dari Pemimpin Daerah
Kehangatan itu semakin terasa ketika Bupati Karanganyar, H. Rober Christanto, S.E., M.M., memberikan sambutan. Alih-alih berbicara sebagai pejabat, beliau menyapa para peserta dengan nuansa kekeluargaan. Beliau tidak hanya membuka pintu rumah dinasnya, tetapi juga membuka hatinya.
“Saya pribadi sangat familiar dengan kegiatan WKRI. Luar biasa,” ungkap Bupati Rober. Pengakuan ini bukan basa-basi. Beliau bahkan mengenang kembali keterlibatannya dalam berbagai kegiatan lintas iman sejak masa mudanya, menunjukkan bahwa semangat toleransi telah mendarah daging dalam dirinya.
Bagi Bupati Rober, kehadiran WKRI dan organisasi kemasyarakatan lainnya adalah aset penting bagi pembangunan daerah. Ia melihat kontribusi mereka dalam pemberdayaan perempuan dan kegiatan sosial sebagai sesuatu yang harus didukung penuh oleh pemerintah.
“Kami berharap WKRI terus bergerak, hadir, dan menginspirasi. Pemerintah berkomitmen untuk selalu hadir dan memberikan dukungan,” tegasnya.
Pernyataan ini bukan sekadar janji, tetapi sebuah bukti nyata. Dengan memfasilitasi kegiatan WKRI di jantung pemerintahan, Bupati Rober Christanto secara simbolis menegaskan bahwa pemerintah adalah milik semua masyarakat, tanpa memandang latar belakang suku, agama, maupun golongan.
Peristiwa ini mungkin hanya sebuah acara pembekalan bagi WKRI, namun pesannya bergema jauh lebih luas. Ia adalah kisah tentang bagaimana sebuah bangunan bisa menjadi simbol. Tentang bagaimana seorang pemimpin menerjemahkan toleransi dari slogan menjadi tindakan nyata. Dan yang terpenting, tentang bagaimana Karanganyar merawat kerukunan, menjadikannya sebagai fondasi yang menyejukkan bagi kehidupan bersama. ( bre)