Ini Kronologi Penyebab BW Nekat Tinggal di Kuburan

BW menerima bingkian sebuah Al Quran dari Baznas Boyolali (yull/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI- Kasus yang menimpa remaja berinisial BW (16) yang sempat tidur dua bulan di cungkup pemakaman umum di Klaseman, Gatak, Kabupaten Sukoharjo sudah menemui jalan keluar. Pemkab Boyolali bakal membiayai kursus mesin, kebutuhan hidup dan tempat tinggal bagi BW.
Disisi lain, gabungan Satpol PP dan Dinsos Kabupeten Boyolali tetap berupaya melakuan penelusuran asal-usul BW. Untuk sementara, diketahui BW berasal dari Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten. Dia anak bungsu dari lima bersaudara. Kedua orang tuanya sudah meninggal.
“Namun, dia sudah tak pernah kontak dengan saudaranya,” ujar Kasi Penindakan Satpol PP Boyolali, Tri Joko Mulyono, Senin 8 Agustus 2022.
Diungkapkan, setelah ibunya meninggal, ayahnya menikah lagi. Namun kemudian ayahnya juga meninggal. Setelah lulus SD, BW lalu ikut dengan budhenya. Namun hanya dua bulan karena budhenya tersebut meninggal.
“Anak itu lalu diminta pergi oleh pakdhenya. Sempat ikut kakaknya di Solo, namun tidak betah dan kemudian pergi,” kata Tri Joko.
Karena tak memiki tempat tinggal BW pun kemudian hidup di jalan. Sempat mencoba bekerja di tempat cucian mobil dan tambal ban, namun dua bulan bekerja tak dibayar. BW pun meninggalkan tempat itu dan kemudian tidur di musholla sebuah rumah makan di pinggir Jalan Raya Kartasura- Klaten.
“Dia ikut membantu bersih- bersih di rumah makan itu dan diberi uang Rp 50 ribu setiap 2 -3 hari sekali,” paparnya.
Menurut Tri Joko, melihat keseharian BW, kemudian ada yang iba dan berniat menolong, yakni Ibu Lestari, sejak saat itu BW tinggal dikediaman Ibu Lestari sembari bekerja sebagai pembantu tukang batu. Namun hanya bertahan 2 bulan. Tanpa diduga, BW diminta meninggalkan tempat oleh ayah dari Ibu Lestari.
“BW kemudian berniat untuk kembali tidur di mushola, akan tetapi mushola itu sedang di renovasi,” katanya.
BW pun akhirnya memutuskan untuk tinggal di tempat pemakaman umum Desa Klaseman, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo selama 2 bulan lebih. Dia mengaku, nekat tidur di makam tersebut, karena tidak memiliki rumah sendiri. Selain itu juga mengaku ingin menemari bapaknya, yang juga dimakamkan di pemakaman tersebut, tak jauh dari cungkup yang dia tempati untuk tidur.
Untuk mencukupi kebutuhannya, BW menjadi pengamen sulak (membersihkan kaca mobil). Sempat di bangjo Kartasura, namun kemudian pindah di traffic light Surowedanan, Boyolali Kota dengan penghasilan Rp 50- Rp 70 ribu/hari.
“Hingga kemudian kami amankan dan dibawa ke rumah singgah di Kecamatan Mojosongo, Boyolali,” ujarnya.
Tri Joko mengemukakan, BW juga mengaku sudah tak pernah menjalin komunikasi dengan saudara- saudaranya. Satu saudaranya tinggal di Bogor, kemudian nomor dua di Solo. Saudaranya nomor tiga seorang perempuan, menjadi pembantu di wilayah Kabupaten Karanganyar.
Yang satu lagi ikut pamannya di Karanganyar. Namun BW tidak tahu alamat saudara- saudaranya tersebut. ”Kini masalah BW sudah ditangani Pemkab Boyolali. Keinginan kursus mesin segera terwujud, dan biasanya hasil kursus akan disalurkan bekerja,” ujarnya.
Sementara itu BW mengaku sangat senang ditempatkan di rumah singgah tersebut. Dia pun ingin sekali mengikuti pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK) yang ditawarkan petugas.
“Saya ingin maju,” kata BW singkat.