Polisi ungkap Ekploitasi Seksual Terhadap Anak di Boyolali 

DWC sebagai tersangka atas dugaan eksploitasi seksual terhadap anak. (yull/Fokusjateng.com)

Fokus Jateng-BOYOLALI,- Satuan Reserse Kriminal Polres Boyolali menetapkan dua pemuda berinisial Dito alias DWC dan K sebagai tersangka atas dugaan eksploitasi seksual terhadap anak.

Mereka diduga membuka jasa booking online (BO) melalui aplikasi MiChat terhadap dua gadis, JS (15) asal Sukabumi, Jabar dan R (15) asal Jakarta.

Kegiatan open BO dilakukan di kos- kosan LS di Desa Bendan, Kecamatan Banyudono ini terbongkar setelah jajaran Polres Boyolali bersama warga mendatangi lokasi. Dua tersangka kini ditahan di Mapolres Boyolali.

“Awalnya korban dijanjikan bekerja di rumah makan, tapi ternyata malah diperdagangkan secara seksual maupun ekonomi,” kata Kapolres Boyolali, AKBP Rosyid Hartanto dalam rilis kasus tersebut, Rabu 3 Desember 2025.

Akibat perbuatannya kedua tersangka dikenai Pasal 88 UU RI No 35 2014 perubahan atas UU RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.

“Untuk sementara, kedua korban kami titipkan di Dinsos Boyolali menunggu dijemput keluarganya,” ujar Kapolres.

Dijelaskan, pengungkapan kasus itu berawal dari kecurigaan warga adanya dugaan kegiatan prostitusi di kos LS. Kemudian pada Sabtu 29 November 2025 pukul 23.30 warga bersama polisi mengecek ke TKP.

“Dan, benar ada beberapa orang yang menjadi pelaku prostitusi online,” katanya.

Polisi dan warga lalu membawa JS dan R ke Polsek Banyudono. Tak lama kemudian, polisi menangkap DWC serta K.

” Dalam praktiknya DWC ini berperan sebagai pengendali,” katanya.

Sedangkan, tersangka K bertugas sebagai koordinator harian. K mengatur kebutuhan kamar, mencatat pembayaran, serta menyusun jadwal pelayanan para korban. Yang paling mengagetkan, lanjut Kapolres, tersangka ini juga menggunakan anak-anak sebagai admin dalam menjajakan layanan seksual.

” Ada 4 remaja rata-rata berusia 17 tahun yang dijadikan admin, mereka awalnya juga dijanjikan pekerjaan di rumah makan oleh tersangka.”

Dari pengecekan itu, polisi mengamankan sejumlah barang bukti. Antara lain, empat buah ponsel, uang tunai Rp 1 juta dan buku rekapan kencan.

Menurut Kapolres, tarif layanan ditetapkan antara Rp250.000 hingga Rp500.000 per transaksi. Para korban yang masih berstatus anak menerima gaji bulanan, sementara sebagian besar keuntungan mengalir ke DWC sebagai pengendali. Dalam sehari, rata- rata kedua korban bisa melayani dua orang pelanggan.

“Dari pengakuan tersangka, admin anak mendapat bayaran mingguan sebesar Rp400.000-Rp500.000, sedangkan K menerima upah tetap sebagai pengelola operasional sekitar Rp3 juta. Kegiatan itu sudah berjalan selama 6 bulan terakhir.”

Sementara itu, tersangka DWC mengaku tidak tahu bahwa kedua korban masih anak- anak. Dia berkilah, sudah menanyakan KTP kepada kedua korban dan dijawab bahwa KTP masih dalam proses.

“Ya, dari situ, saya percaya kalau mereka itu sudah dewasa,” katanya. ( yull/**)