KGPHA Benowo ” Ditodong” Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah di Suruh Tasikmadu Karanganyar

 

FOKUSJATENG.COM, KARANGANYAR – Malam Jumat (20/6/2025) di kediaman Ketua DPRD Jawa Tengah, Sumanto, di Desa Suruh, Tasikmadu, Karanganyar, ada pemandangan menarik yang disuguhkan. Bukan hanya pertunjukan wayang kulit biasa, kali ini masyarakat diajak menyelami makna dan sejarah di baliknya.

Sumanto, yang juga tuan rumah acara, tampil sebagai host dan memandu obrolan menarik seputar wayang kulit bersama narasumber istimewa: Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPHA) Benowo, adik dari Raja Keraton Kasunanan Surakarta PB XIII. KGPHA Benowo, yang juga koordinator dalang se-Solo Raya dan pembina Pepadi Jawa Tengah, berbagi pengetahuan mendalam tentang seni adiluhung ini.

Sesi gelar wicara ini memang sengaja diadakan agar masyarakat, terutama generasi muda, bisa lebih memahami alur cerita dan pesan moral dari setiap lakon yang dipentaskan.

Sejarah Wayang: Dari Abad ke-1 Hingga Media Sosialisasi Pemerintah

Membuka obrolan, Sumanto mengajak KGPHA Benowo menelusuri jejak sejarah wayang kulit di Pulau Jawa. Ternyata, wayang sudah ada sejak lama, bahkan diperkirakan sejak abad ke-1 saat Kerajaan Jenggala di Jawa Timur berdiri. Jejaknya pun ditemukan pada zaman Kerajaan Kediri sekitar tahun 1023 Masehi.
“Referensi ini saya dapatkan dari buku catatan sejarah di Museum Radya Pustaka dan Museum Keraton Kasunanan Surakarta,” jelas KGPHA Benowo. Wayang terus berkembang di era Majapahit, hingga mencapai puncaknya di Kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang didirikan oleh Raden Patah menjelang akhir abad ke-15.

Pada masa itu, wayang bukan hanya hiburan. Karakter dan pementasannya mengandung petuah luhur tentang budi pekerti. Bahkan, wayang juga menjadi media efektif untuk menyampaikan kebijakan penting dari pemerintah kepada masyarakat. Tak heran jika Ketua DPRD Jawa Tengah, Sumanto, memilih wayang kulit sebagai sarana sosialisasi program pemerintah. “Saya selaku koordinator dalang se-Solo Raya sangat mendukung hal ini,” tambah KGPHA Benowo.

Baik dan Buruk di Panggung Wayang: Kebaikan Selalu Menang!

Lebih lanjut, KGPHA Benowo menjelaskan bahwa karakter wayang adalah cerminan sifat baik dan buruk manusia. Di panggung, karakter baik selalu berada di barisan kanan, sedangkan yang buruk di barisan kiri layar. “Jadi, pergelaran wayang ini adalah pertemuan dua karakter, antara baik dan buruk. Dan dalam setiap pementasannya, karakter baik selalu menang melawan karakter yang buruk,” ungkapnya.

Pesan moralnya jelas: kebaikan akan selalu mengalahkan kejahatan. Sebuah kearifan luar biasa dari nenek moyang kita.

Babad Wanamarta: Kisah Perjuangan Pandawa Membangun Kerajaan Amarta

Malam itu, lakon yang dipentaskan adalah Babad Wanamarta, dibawakan oleh dalang remaja Raras Purwoko Jenar, Ki Ari Murtopo, dan Ki Isna Indra Saputra. Sumanto pun meminta KGPHA Benowo menjelaskan inti ceritanya.
Singkatnya, Babad Wanamarta berkisah tentang perjuangan Pandawa mendirikan negara Amarta. Setelah Prabu Pandu Dewanata meninggal, Pandawa seharusnya mewarisi Kerajaan Astina. Namun, karena intrik Duryudana dan Patih Sengkuni dari Kurawa, mereka hanya diberi hadiah hutan Wanamarta.
“Pandawa, terutama Bima, dengan semangat dan tekad kuat membuka hutan Wanamarta,” papar KGPHA Benowo. Tentu saja, perjuangan mereka tak mudah. Berbagai rintangan, termasuk gangguan jin dan setan, harus mereka hadapi. Berkat pusaka batu sakti Kyai Sela Tempuru dari Resi Manumanasa, Bima dan Pandawa berhasil mengalahkan jin-jin tersebut. Bahkan, beberapa jin bergabung dan merasuk ke dalam diri Pandawa, menambah kekuatan mereka. Hutan Wanamarta pun berhasil diubah menjadi kerajaan Amarta yang indah dan makmur.
“Secara keseluruhan, Babad Wanamarta adalah kisah tentang perjuangan dan pengorbanan Pandawa, terutama Bima atau Werkudara, dalam mendirikan kerajaan Amarta, dari yang semula hutan belantara yang angker dan wingit menjadi sebuah kerajaan Amarta yang makmur,” pungkas KGPHA Benowo, menutup obrolan edukatif malam itu.

Pergelaran wayang kulit ini membuktikan bahwa seni tradisional ini tidak lekang oleh waktu. Justru, dengan pendekatan yang tepat, wayang bisa menjadi jembatan bagi generasi muda untuk mengenal sejarah, budaya, dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Sebuah tontonan yang tak hanya menghibur, tapi juga memberikan tuntunan hidup. ( bre/kc)