FOKUSJATENG.COM, KARANGANYAR – Ratusan warga Dukuh Tanen, Desa Kemuning, Ngargoyoso, dilanda kekhawatiran serius. Sumber air bersih yang menjadi tulang punggung kehidupan mereka selama puluhan tahun, mata air Suren Gede, kini terancam oleh aktivitas pembangunan di lahan privat seorang tuan tanah berinisial B. Insiden yang terjadi pada Senin (2/5) ini menjadi alarm darurat akan pentingnya menjaga kelestarian sumber daya alam, terutama air.
Warga mendapati lokasi mata air Suren Gede telah bergeser dan digantikan oleh bangunan permanen. Akibatnya, aliran air bersih ke rumah-rumah warga mendadak keruh sejak tiga hari terakhir. “Sudah tiga hari ini keruh. Itu penyebabnya aktivitas pembangunan oleh pemilik tanah. Padahal 700 KK bergantung konsumsi air dari Suren Gede,” ungkap Triyono, sesepuh Paguyuban Pengguna Mata Air Suren Gede Kemuning.
Kecurigaan warga semakin kuat saat mereka melihat langsung pipa-pipa penyalur air berimpitan dengan proyek pembangunan. Isu monopoli mata air untuk kepentingan komersial, mengingat pemilik lahan disebut-sebut sebagai pebisnis air minum isi ulang, menambah daftar panjang kekhawatiran. Mediasi yang telah dilakukan beberapa kali, terkait batas lahan hingga pemindahan sumber air, selalu menemui jalan buntu. “Kami sebenarnya mempersilakan. Monggo saja kalau mau berbisnis atau bikin rumah di Kemuning. Asalkan jangan mengusik sumber air minum kami,” tegas Triyono.
Warga juga menduga adanya pelanggaran aturan pertanahan. Mereka meyakini status tanah tersebut masih tanah basah, namun kini telah berdiri bangunan permanen di bantaran sungai, sebuah praktik yang berpotensi merusak ekosistem dan mengganggu aliran air alami. Landri Sumarmo, warga Dukuh Tanen, dengan tegas menyatakan, “Jangan dilanjutkan pembangunannya sebelum semua klir.”
Anjuran Tegas: Lindungi Sumber Daya Air Kita!
Kasus di Kemuning adalah cerminan betapa rapuhnya keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan. Air bersih adalah hak dasar setiap warga negara dan pilar utama kehidupan. Pembangunan haruslah berjalan selaras dengan prinsip-prinsip keberlanjutan, tidak merusak, apalagi memonopoli sumber daya alam vital seperti mata air.
Pemerintah daerah dan pihak berwenang didesak untuk segera turun tangan menengahi konflik ini, memastikan semua pihak mematuhi aturan hukum yang berlaku, khususnya terkait tata ruang dan izin mendirikan bangunan di wilayah sumber air atau bantaran sungai. Investigasi menyeluruh terhadap dugaan pelanggaran harus dilakukan demi menjaga keadilan bagi masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Lebih dari itu, kejadian ini menjadi pengingat bagi kita semua: menjaga kelestarian lingkungan hidup adalah tanggung jawab kolektif. Setiap individu, pengusaha, maupun pemerintah harus memahami bahwa keberlangsungan sumber daya air, hutan, dan tanah adalah investasi jangka panjang untuk generasi mendatang. Jangan biarkan keserakahan merusak masa depan kita. Mari bersama-sama menjadi penjaga lingkungan, karena air adalah kehidupan ( bre )