FOKUS JATENG-BOYOLALI-Pemkab Boyolali melakukan berbagai langkah untuk mengantisipasi dampak erupsi Gunung Merapi. Salah satunya dengan penyediaan masker mencapai 23 ribu lembar yang siap dibagikan ke masyarakat.
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Boyolali, Bambang Sinungharjo mengatakan, persediaan masker belum dibagikan kepada warga. Pasalnya, hingga kini baru terjadi hujan abu tipis sehingga belum begitu mengganggu aktivitas warga di kawasan lereng Merapi.
“Namun demikian, kami senantiasa mengingatkan masyarakat terutama di radius 3 km dari puncak Merapi agar senantiasa waspada,” jelasnya Jumat 1 Februari 2019.
Disinggung tentang evakuasi warga bila terjadi erupsi Merapi, pihaknya telah mempersiapkan skema evakuasi. Salah satunya dengan menjalin Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kabupaten Magelang yang menjadi lokasi pengungsian warga Desa Klakah dan Desa Tlogolele, Kecamatan Selo.
Dijelaskan, untuk proses evakuasi bilamana diperlukan, lokasi evakuasi untuk dua desa di Kecamatan Selo ada di wilayah Kabupaten Magelang, yakni Desa Klakah ke Desa Gantang, Kecamatan Sawangan, dan Desa Tlogolele ke Desa Mertoyudan, Kecamatan Mertoyudan.
Meski berbeda wilayah administrasi, lokasi evakuasi tersebut dipilih sebab aksesnya lebih mudah dicapai. Skema evakuasi dua desa tersebut, lanjutnya, yakni pengungsi akan tinggal di rumah-rumah warga yang memang sudah dipersiapkan.
Konsep tersebut mengadopsi konsep sister village, dimana sebanyak 17 desa di Kecamatan Cepogo, Selo, dan Musuk yang masuk kawasan risiko bencana (KRB) II dan III menjalin kerja sama dengan desa lain di wilayah yang aman untuk lokasi evakuasi.
“Meski di wilayah Magelang, namun bila evakuasi dilakukan, suplai logistik masih menjadi tanggung jawab Pemkab Boyolali,” jelas dia.
Begitupun dengan proses evakuasi, BPBD Boyolali terus melakukan simulasi dan pengkondisian masyarakat serta petugas bila terjadi bencana. Simulasi meliputi kesiapan jalur evakuasi, dapur umum, komunikasi, hingga penanganan kesehatan.
Sejak beberapa tahun terakhir, simulasi dilakukan tiga kali dalam setahun. Masyarakat setempat pun sudah dilatih untuk siap bila harus melakukan evakuasi. “Misal dalam letusan freatik pada Mei tahun lalu, masyarakat yang mempunyai kendaraan roda empat sudah terkondisi memarkirkan mobilnya dalam kondisi dan lokasi yang memudahkan untuk secepatnya menuju jalur evakuasi,” paparnya.