Rencana Pungutan Zakat 2,5 Persen Bagi PNS Muslim Tak Penuhi Tiga Unsur. Apa Saja?

Anggota Komisi VIII DPR RI Khatibul Umam Wiranu. (Istimewa/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-NASIONAL-Anggota Komisi VIII DPR RI Khatibul Umam Wiranu menilai, rencana pemerintah memungut zakat dengan cara memotong gaji bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) muslim sebesar 2,5 persen setiap bulan, tidak memiliki landasan yuridis, filosofis maupun sosiologis.

Harusnya, kata Umam, ketiga pijakan tersebut harus terpenuhi. Menurutnya, prinsip Indonesia sebagai negara hukum, norma agama tidak bisa dijadikan rujukan dalam bernegara selama belum menjadi hukum positif.

“Memang betul ada regulasi yang mengatur soal zakat seperti UU NO 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat serta berbagai aturan turunan lainnya. Namun, regulasi tersebut sama sekali tidak memberi kewenangan pemerintah untuk memotong gaji PNS untuk keperluan zakat,” jelas Umam di Jakarta Selasa 6 Februari 2018.

Menurut politisi Partai Demokrat ini, pengaturan tentang tata cara penghitungan zakat mal telah diatur melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) No 52 Tahun 2014. Di Pasal 26 ayat (1) (2) PMA No 52 Tahyn 2014 disebutkan nisab zakat pendapatan senilai 653 Kg gabah atau 524 Kg beras.

“Ukuran zakat pendapatan dan jasa sebesar 2,5%. Namun, dalam ketentuan tersebut tidak ada ketentuan pengaturan soal pemotongan gaji PNS untuk zakat pengasilan,” ungkapnya.

Zakat mal itu harus dihitung secara akumulatif per tahun yang disebut nisab. Di Pasal 2 huruf c PMA No 52 Tahun 2014 juga disebut syarat zakat mal yakni cukup nisab.

Nisab itu dihitung mulai seorang mendapatkan harta (dalam hal PNS itu gaji), dimana pengangkatan seseorang menjadi PNS tidak bersamaan. Dalam satu tahun seorang muslim punya penghasilan/harta berapa, adakah kewajiban membayar hutang berapa, dan kewajiban lainnya, baru bisa dihitung.

“Bukan dihitung per bulan, dan menurut Imam Syafii RA nisab itu hitungangnya harus sempurna satu tahun,” kata pria kelahiran Purwokerto, 10 Februari 1966 ini.

Sebaiknya, menurut Umam, pemerintah tidak perlu mengatur persoalan zakat penghasilan PNS muslim, sebab tidak sah hukumnya Pemerintah menjadi amil zakat (pengumpul, pengelola & petugas distribusi zakat).

Apalagi dengan menerbitkan suatu peraturan perundang-undangan khusus. Lebih baik persoalan zakat profesi PNS diserahkan pada masing-masing individu yang telah memenuhi kriteria sesuai dengan syariat.

“Sebaiknya, pemerintah fokus saja melakukan reformasi birokrasi melalui perubahan mental PNS agar melayani rakyat dengan sebaik-baiknya, bukan membebani mereka,” pungkas anggota DPR RI dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Tengah VIII ini.