Lestarikan Tradisi, Warga Banaran Jantiharjo Karanganyar  Gelar Kirab Gunungan dan Wayang Kulit sebagai Wujud Syukur

 

FOKUSJATENG.COM, KARANGANYAR – Suasana khidmat dan penuh kebersamaan menyelimuti Dusun Lingkungan Banaran, Kelurahan Jantiharjo, Karanganyar, pada Sabtu malam (4/10/2025). Ratusan warga tumpah ruah memeriahkan puncak acara Bersih Dusun yang diwujudkan dalam Kirab Gunungan dan pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk dengan lakon “Bimo Suci”.

Acara yang telah menjadi tradisi turun-temurun ini merupakan ungkapan rasa syukur warga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah panen yang melimpah, kesehatan, dan keselamatan yang telah diberikan sepanjang tahun.

Kepala Dusun (Bayan) Lingkungan Banaran, Bapak Wagimen, menjelaskan bahwa acara ini lebih dari sekadar perayaan. Menurutnya, ini adalah sarana untuk merawat warisan leluhur sekaligus mempererat tali persaudaraan antarwarga.

“Kegiatan ini adalah wujud syukur bil nikmat kami sebagai warga. Setelah setahun diberikan rezeki dan dijauhkan dari mara bahaya, inilah cara kami berterima kasih. Selain itu, ini adalah momen di mana semua warga, tua dan muda, berkumpul, bekerja sama, dan merasakan kembali semangat gotong royong,” ujar Bapak Wagimen di sela-sela acara.

Filosofi Kirab Gunungan dan Slametan

Puncak acara diawali dengan Kirab Gunungan, di mana sebuah tumpeng raksasa yang terbuat dari aneka hasil bumi seperti sayur-mayur, buah-buahan, dan palawija diarak keliling dusun sebelum didoakan bersama.

Bapak Wagimen menambahkan, gunungan ini adalah simbol dari kemakmuran dan alam semesta. “Gunungan melambangkan gunung, tempat yang sakral dan sumber kehidupan. Isinya yang berasal dari hasil bumi adalah representasi dari semua rezeki yang kita terima dari tanah yang kita pijak. Mengaraknya adalah wujud persembahan dan rasa syukur kita kepada Sang Pencipta,” jelasnya.

Prosesi ini merupakan bagian dari ritual “Slametan”, sebuah tradisi komunal masyarakat Jawa yang bertujuan untuk memohon keselamatan (slamet). Dengan doa bersama dan berbagi makanan dari gunungan tersebut, warga berharap mendapatkan berkah dan dijauhkan dari segala bentuk musibah untuk tahun yang akan datang.

Lakon “Bimo Suci”: Cermin Perjalanan Spiritual

Sebagai pamungkas acara, warga dihibur dengan pagelaran wayang kulit dengan dalang kondang asal Klaten, Ki Jalu Tomo Pandoyo, yang membawakan lakon “Bimo Suci”. Pemilihan lakon ini, menurut Bapak Wagimen, bukanlah tanpa alasan.

Lakon “Bimo Suci”, atau yang juga dikenal sebagai “Dewa Ruci”, mengisahkan perjalanan spiritual Raden Bimo atau Werkudoro dalam mencari Tirta Perwitasari (air kehidupan). Dalam perjalanannya, Bimo harus menghadapi berbagai rintangan yang merupakan simbol dari nafsu dan angkara murka dalam dirinya sendiri.

“Filosofi lakon Bimo Suci ini sangat dalam dan relevan dengan acara Bersih Dusun. Ini adalah cerita tentang penyucian diri. Sebagaimana Bimo berjuang membersihkan batinnya untuk menemukan jati diri dan Tuhannya, kami sebagai masyarakat juga berharap acara Bersih Dusun ini dapat ‘membersihkan’ desa kami dari segala hal negatif, baik secara lahir maupun batin,” tutur Bapak Wagimen.

Melalui kisah Bimo yang akhirnya bertemu dengan Dewa Ruci—manifestasi dirinya yang sejati—warga diajak untuk melakukan introspeksi diri, mengendalikan hawa nafsu, dan senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan.

Hingga larut malam, masyarakat tetap antusias menyaksikan kelihaian Ki Jalu Tomo Pandoyo memainkan wayangnya. Acara ini menjadi bukti bahwa tradisi luhur tidak hanya menjadi tontonan, tetapi juga tuntunan hidup yang terus dijaga kelestariannya oleh masyarakat Dusun Banaran. ( bre )