Fokus Jateng-BOYOLALI,-;Meski berada dikawasan rawan Kekeringan dan air bersih, Namun ada satu desa di lereng timur Gunung Merapi ini sejak beberapa tahun terakhir sudah terbebas dari kekeringan.
Desa tersebut adalah Desa Karanganyar, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Boyolali. Merupakan kecamatan baru, dari pemekaran Kecamatan Musuk.
“Di Desa Karanganyar ini sudah ada 13 sumur bor (sumur dalam),” kata Kepala Desa Karanganyar, Maryono, Rabu 30 Juli 2025.
Menurut Kepala desa, dari jumlah sumur sebanyak itu, sejauh ini mampu mencukupi kebutuhan air bersih sekitar 1.200 Kepala Keluarga (KK) atau sedikitnya 5.000 jiwa di desa wilayahnya.
Maryono menuturkan, gagasan mencari sumber air untuk mencukupi kebutuhan warga, sudah ia mulai sejak belasan tahun lalu, dimana kekurangan air bersih sudah menjadi langganan tiap tahun
“Jadi kita itu hanya dihadapkan suatu tantangan, berani dan tidaknya (mengambil langkah dan keputusan). Pada waktu itu kan saya awali dari 14 tahun yang lalu (pembuatan sumur bor),” paparnya.
Dia mengatakan, kala itu, di wilayah desa tersebut setiap musim kemarau mengalami kekeringan dan krisis air bersih. Karena dikawasan itu tidak ada mata air. Untuk mencukupi kebutuhan, warga mengandalkan air hujan. Di saat musim kemarau, jika tidak ada bantuan atau droping air, warga terpaksa harus membeli dengan harga mencapai Rp 150 ribu untuk satu truk tangki kapasitas sekitar 6.000 liter.
“Dari situ, maka munculah inisiatif membuat sumur bor.”
Adapun, untuk mencari titik yang akan di bor itu pun tidak mudah. Karena dengan sejumlah teknologi untuk mencari titik sumber air bawah tanah itu, tidak ditemukan.
“Karena memang sulit air. Pakai geolistrik, tidak nemu. Kita geser terus. Terus saya berani mengambil langkah. Pokoknya kebutuhan masyarakat yang paling krusial dan paling pokok adalah air.,” tegasnya.
Didukung warganya, berbagai upaya dilakukan untuk mencari titik sumur. Bahkan sebelum sumur bor itu dibuat, dia melakukan ritual di lokasi yang akan dibor. Memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar pembuatan sumur bor membuahkan hasil.
“Kita lakukan laku tirakat, agar apa yang kita harapkan benar-benar diberikan kemudahan oleh-Nya,” ujarnya.
*Membuahkan Hasil*
Maryono mengatakan, setelah semua itu dilalui, akhirnya menemukan titik air. Secara bertahap, sumur bor dibuat di setiap dukuh. Karena keuangan desa yang terbatas, Pemdes setempat melakukan penghematan anggaran untuk membuat sumur bor tersebut. Bahkan, perbaikan infrastruktur jalan desa sempat diabaikan demi mencari sumber air yang sangat dibutuhkan warga, dengan cara membuat sumur dalam.
“Saat itu ya sempat diejek, lewat Karanganyar jalannya seperti ampyang (rusak parah). Ya nggak apa-apa, nggak masalah. karena pemikiran saya berbeda dengan mereka. Akhirnya saya berhasil membuat 13 sumur dalam,” katanya.
Maryono menegaskan, bahwa pembuatan sumur bor itu tidak mudah. Khususnya diawal-awal. Bahkan ada yang tiga kali ngebor, tapi gagal mendapatkan air. Seperti di Dukuh Setro, ngebor hingga 3 titik, tetapi tidak menemukan sumber air. Akhirnya untuk mencukupi air dukuh tersebut dibuatkan sumur bor di sebelah barat Dukuh Karangampel.
“Ya, memang ada yang tidak berhasil. Diawal-awal itu karena belum menguasai ilmu kesumuran lah ibaratnya. Baik itu secara teknik maupun secara geografis. Setelah kita menguasai teknik geografis, ya akhirnya semua berhasil,” sambung dia.
*Tidak Dikelola BUMDes*
Maryono mengemukakan, sumur dalam tersebut tidak dikelola oleh pemerintah desa atau BUMDes. Tetapi diserahkan kepada warga di masing-masing dukuh. Air pun sudah masuk ke rumah-rumah warga. Hasil pengelolaan dari sumur bor itu pun untuk kesejahteraan kampung tersebut.
“Tahun 2017 itu, soal air bersih ini kita sudah klir (tidak ada masalah). Walaupun ada penambahan-penambahan titik (sumur) lagi, untuk menambah debit air. Kita sekarang ngebor lagi untuk nambah lagi,” tambahnya.
Kini, setelah sumur terpasang disetiap dukuh, sambung Maryono, warga dapat melakukan banyak penghematan, khususnya untuk kebutuhan air bersih di musim
Dengan adanya sumur bor ini, lanjut dia, juga mampu menghemat pengeluaran warga, untuk kebutuhan air bersih, kemarau
Ia menuturkan, bahwa saat belum ada sumur bor, warga harus membeli air dari truk tangki, dengan harga Rp 130 ribu – Rp 150 ribu per tangki. Jika dalam satu bulan habis 4 tangki, satu tangki misalnya Rp 130 ribu, maka warga harus mengeluarkan uang Rp 520 ribu.
” Saat ini, dengan adanya sumur bor ini, dalam satu bulan warga saat ini paling hanya Rp 70 ribu untuk pajak air. Jadi ngirit banget ya,” ucapnya. ( yull/**)