FGD Moderasi Beragama, Kemenag Surakarta Libatkan Lintas Ormas dan Media

Fokus Jateng- SOLO — Seksi Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Surakarta menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Merawat Kebersamaan, Meneguhkan Moderasi Beragama di Tengah Keberagaman” di Aula PLHUT Kemenag Surakarta, Senin 22 Juli 2025 lalu.

Kegiatan ini menjadi tindak lanjut dari KMA Nomor 332 Tahun 2023 tentang Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan.

Kasi Bimas Islam Kemenag Surakarta, Achmad Arifin, menegaskan FGD ini merupakan langkah strategis untuk membangun sistem deteksi dini konflik sosial keagamaan yang inklusif.

“Hasil diskusi diharapkan bisa memetakan potensi konflik sosial keagamaan di wilayah Surakarta. Ini langkah preventif agar konflik tidak berkembang, atau setidaknya meminimalkan dampak buruk yang muncul,” ujarnya.

FGD ini melibatkan unsur lintas organisasi keagamaan dan lembaga, mulai dari Kepala KUA se-Surakarta, penyuluh agama Islam, hingga perwakilan ormas dan yayasan besar seperti NU, Muhammadiyah, MUI, Al Islam, Al Irsyad, LDII, Aisyiyah, Muslimat NU, serta rekan media seperti Solopos dan Metro TV.

Arifin menambahkan, partisipasi lintas lembaga ini bukan sekadar formalitas, tetapi bentuk sinergi nyata dalam mendorong moderasi beragama dan meredam intoleransi.

“Kami ingin semua komponen masyarakat, termasuk media, ikut menjadi bagian dari sistem peringatan dini. Ini bukan hanya tanggung jawab Kemenag, tetapi seluruh elemen bangsa,” tegasnya.

FGD dibuka secara resmi oleh Kepala Kantor Kemenag Kota Surakarta, Ahmad Ulin Nur Hafsun. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya penguatan prinsip moderasi beragama di masyarakat.

“Ada empat prinsip yang selalu kita kampanyekan: moderasi, nilai kebangsaan, keadilan dan kesetaraan, serta anti-kekerasan dan toleransi. Kita berharap penyebaran paham keagamaan ekstrim, baik kanan maupun kiri, tidak berkembang,” kata Ulin.

Dalam sesi diskusi, para perwakilan organisasi keagamaan menyampaikan hasil kuesioner dan pandangan terkait potensi konflik di masyarakat.

Perwakilan Yayasan Al Islam, Ali Ghufron, menyoroti praktik eksklusivitas berbasis keanggotaan yayasan dalam rekrutmen kerja.

“Itu tidak etis dan berpotensi menciptakan segregasi sosial. Lebih baik persyaratan semacam itu dihapus,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua PCNU sekaligus Ketua FKUB Surakarta, Mashuri, mengingatkan pentingnya dialog dalam merespons perbedaan pendapat.

“Kalau ada yang tidak cocok, mari duduk bersama. Jangan sampai turun ke jalan dan memicu konflik lebih besar,” katanya.

FGD ini juga menghasilkan penandatanganan Komitmen Bersama Deteksi Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan, yang diwakili oleh MUI Kota Surakarta. Kelima poin komitmen tersebut menegaskan dukungan penuh terhadap upaya Kemenag menjaga kerukunan umat beragama secara damai dan konstruktif.

Arifin menambahkan seluruh hasil diskusi akan dirumuskan menjadi rekomendasi dan dilaporkan ke Dirjen Bimas Islam Kemenag RI.

“Rekomendasi ini penting sebagai pijakan dalam merumuskan kebijakan nasional terkait penguatan moderasi beragama,” pungkasnya. (ANur/**)