FOKUSJATENG.COM, SURAKARTA – Kelompok seni Ketoprak Srawung Bersama mementaskan lakon bertajuk “Perempuan Memanah Rembulan” sebagai puncak peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP) tahun 2025. Pagelaran ini digelar di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah (TBS) Surakarta, pada Selasa, 2 Desember 2025, pukul 19.30 WIB, dan menjadi seruan perlawanan terhadap represi kekuasaan dan kekerasan berbasis gender.
Didukung oleh Sekretariat INKLUSI dan Migrant CARE, pementasan ini mengangkat narasi Adipati Bowo Angkoro, penguasa baru yang mengeluarkan kebijakan populis namun menyesatkan. Dalam upaya meningkatkan pajak rakyat atas nama kesejahteraan, Bowo Angkoro menjanjikan 19 juta lapangan pekerjaan baru. Namun, janji manis itu ternyata hanyalah jebakan, terutama bagi kaum perempuan yang terdesak kebutuhan ekonomi.
Lakon berfokus pada kisah Lastri, seorang perempuan desa yang mencari pekerjaan, namun malah dipaksa dan dijebak menjadi selir Adipati. Tindakan eksploitatif dan penyalahgunaan kekuasaan Adipati Bowo Angkoro ini memicu perlawanan sengit dari kaum perempuan yang muak terhadap ketidakadilan, meskipun harus berhadapan langsung dengan kekuatan politik yang represif.
Refleksi Kekerasan Ekonomi dan Kekuasaan
Narasi “Perempuan Memanah Rembulan” dinilai sangat relevan dengan isu-isu kekerasan berbasis gender yang terus terjadi di Indonesia. Kekerasan tidak hanya berbentuk fisik atau seksual, namun juga termanifestasi melalui eksploitasi ekonomi dan penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.
Wahyu Susilo, perwakilan dari Migrant CARE, yang mendukung penuh pagelaran ini, menekankan bahwa seni tradisional dapat menjadi medium yang kuat untuk mengedukasi publik dan menuntut perubahan.
“Kisah Lastri dalam ketoprak ini adalah refleksi pahit dari banyak perempuan yang mencari kehidupan yang lebih baik, namun malah terperangkap dalam janji-janji palsu, dieksploitasi, dan menjadi korban kekerasan,” ujar Wahyu Susilo.
Ia menambahkan, “Seni tradisional seperti ketoprak menjadi cara yang kuat untuk mengedukasi publik bahwa perlawanan terhadap ketidakadilan dan kekerasan harus terus disuarakan, bahkan ketika berhadapan dengan kekuasaan ‘Angkoro’. Migrant CARE melihat isu ini sangat bersinggungan dengan kerentanan perempuan, khususnya para pekerja migran, yang seringkali menjadi korban penipuan kerja dan kekerasan berbasis gender di bawah sistem yang tidak adil.”
Ketoprak Sebagai Kritik Sosial Lokal
Pemilihan ketoprak sebagai medium kampanye 16 HAKTP (yang berlangsung setiap tahun dari 25 November hingga 10 Desember) menunjukkan upaya untuk menjangkau masyarakat akar rumput dengan isu-isu sensitif kekerasan. Ketoprak, yang merupakan seni pertunjukan rakyat dengan tradisi kritik sosial yang kuat, mampu menerjemahkan isu-isu kompleks seperti feminisme, kekerasan, dan perlawanan rakyat ke dalam bahasa yang akrab dengan budaya lokal.
Pagelaran “Perempuan Memanah Rembulan” ini menjadi penutup kampanye 16 HAKTP yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik dan mengadvokasi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. ( bre )
