Tolak Geotermal di Lawu Karanganyar , Anggota DPRD Jateng: “Ini Soal Menjaga Mahkota Spiritual Tanah Jawa”

 

FOKUSJATENG.COM, KARANGANYAR – Rencana pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) atau Geotermal di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Kecamatan Jenawi, Karanganyar, menuai penolakan keras. Anggota Komisi C DPRD Provinsi Jawa Tengah, Asrar, S.E., dengan tegas menentang proyek tersebut dengan alasan yang mendalam, melampaui sekadar isu lingkungan.

Bagi Asrar, Gunung Lawu bukanlah sekadar formasi geologis atau tumpukan batu, melainkan sebuah pusat peradaban, spiritualitas, dan warisan luhur yang menjadi “mahkota” bagi Tanah Jawa. Ia khawatir proyek eksploitasi ini tidak hanya akan merusak ekosistem alam yang terjaga, tetapi juga mengusik keseimbangan sakral yang telah mengakar selama berabad-abad.

“Kami menolak keras rencana Geotermal di Lawu, terutama di wilayah Jenawi. Ini bukan hanya soal kerusakan alam yang akan ditimbulkan, tetapi soal sejarah panjang sosial budaya dan spiritual tanah jawa,” ujar Asrar pada Senin (13/10/2025).

Ancaman Terhadap Situs Warisan Majapahit

Sebagai wakil rakyat yang berasal dari daerah pemilihan Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri, Asrar menyoroti kekayaan warisan budaya yang terancam oleh proyek ini. Lereng Lawu, khususnya di Kecamatan Tawangmangu, Ngargoyoso, dan Jenawi, merupakan rumah bagi banyak artefak dan candi peninggalan masa lalu yang tak ternilai harganya.

Dua di antaranya adalah Candi Sukuh dan Candi Cetho, candi Hindu bercorak punden berundak yang diyakini berasal dari akhir era Kerajaan Majapahit. Keberadaan dua candi ini menjadi bukti nyata betapa sakralnya Gunung Lawu sejak zaman kuno.

“Pembangunan proyek besar di Gunung Lawu berisiko mengganggu situs-situs bersejarah seperti Candi Sukuh dan Candi Cetho. Keduanya memiliki orientasi yang menghadap ke puncak Lawu sebagai wujud penghormatan,” jelas politisi Partai Demokrat tersebut.

Menurutnya, orientasi bangunan suci ini bukanlah kebetulan, melainkan cerminan dari pandangan kosmologis masyarakat masa lalu yang memandang puncak Lawu sebagai pusat spiritual. Proyek geotermal, dengan segala aktivitas pengeboran dan pembangunan infrastrukturnya, dikhawatirkan akan merusak lanskap sakral dan memutus koneksi historis tersebut.

Menjaga Harmoni Manusia, Alam, dan Leluhur

Lebih jauh, Asrar menegaskan bahwa penolakan ini didasari oleh keinginan untuk menjaga harmoni antara manusia, alam, dan warisan para leluhur. Gunung Lawu, dalam pandangannya, adalah pusaka spiritual yang mengikat sejarah dan tradisi masyarakat Jawa.

“Eksploitasi alam di kawasan sakral hanya akan merusak interaksi harmonis yang sudah terjalin. Adanya sejarah panjang sosial, budaya, dan spiritual ini diharapkan menjadi pertimbangan utama bagi pemerintah pusat untuk meninjau kembali rencana proyek Geotermal tersebut,” tutupnya.

Dengan penolakan ini, Asrar berharap pemerintah pusat dapat lebih bijaksana dalam membuat kebijakan, dengan tidak hanya mempertimbangkan keuntungan ekonomi dan energi, tetapi juga kelestarian alam serta nilai-nilai budaya dan spiritual yang menjadi jati diri bangsa. (Rls/ bre )