OPINI : Polemik Biaya Pendidikan di Awal Tahun Ajaran Baru Beban Berat atau Kewajaran?

Foto : bre suroto wartawan fokusjateng.com

 

 

FOKUSJATENG.COM, KARANGANYAR – Setiap tahun ajaran baru tiba, persoalan biaya pendidikan beserta segala pernak-perniknya seolah tak pernah berujung. Kondisi ini kerap memunculkan dilema, terutama bagi para wali murid dengan kondisi ekonomi yang kurang beruntung. Jika keluarga mampu mungkin tak terlalu terbebani dengan pembelian perlengkapan sekolah, lain halnya dengan keluarga prasejahtera yang seringkali mengeluh karena harus merogoh kocek lebih dalam.

Tim fokusjateng.com berkesempatan mewawancarai salah seorang wali murid di Kabupaten Karanganyar, yang enggan disebutkan namanya. Ibu ini mengungkapkan bahwa putranya yang baru naik ke kelas delapan di salah satu SMP di Karanganyar diwajibkan membayar sebesar Rp1.800.000. Rincian biaya tersebut mencakup pembelian buku LKS, seragam batik dan olahraga, serta biaya outing class.

“Anak saya naik ke kelas delapan dan diwajibkan membayar sebesar satu juta delapan ratus ribu rupiah untuk membayar buku, seragam batik dan olahraga beserta biaya outing class” tutur wali murid tersebut.

Secara pribadi, ia mengaku tidak terlalu keberatan dengan nominal tersebut. Namun, ia menyadari banyak ibu-ibu lain yang merasakan keberatan mendalam lantaran kondisi ekonomi yang sulit. Ironisnya, mereka memilih untuk tidak mengungkapkan keluhan tersebut demi menjaga perasaan anak-anak mereka di sekolah. “Saya pribadi sebetulnya enggak keberatan, namun ada beberapa ibu-ibu yang keberatan lantaran kondisi ekonomi yang seperti ini, mereka enggak berani mengungkapkan demi menjaga perasaan anak-anaknya di sekolahan,” ujarnya.

Para ibu tersebut sangat berharap agar pihak sekolah dapat memberikan kebijakan yang meringankan beban wali murid kurang mampu. “Ibu-ibu tersebut berharap pada pihak sekolahan agar memberi kebijakan pada wali murid yang kurang mampu tersebut,” harapnya.

 

Mencari Solusi Bersama: Transparansi dan Kebijakan Berpihak

Persoalan ini menuntut perhatian serius dari berbagai pihak. Sekolah, sebagai institusi pendidikan, memiliki peran sentral dalam memastikan setiap siswa mendapatkan haknya tanpa terbebani masalah finansial. Beberapa langkah solutif yang dapat dipertimbangkan antara lain:

1. Transparansi Anggaran:Sekolah perlu lebih transparan dalam merinci setiap pos pengeluaran. Dengan demikian, wali murid dapat memahami secara jelas peruntukan dana yang mereka bayarkan, sehingga meminimalisir praduga dan keluhan.
2. Skema Angsuran atau Subsidi Silang: Bagi wali murid yang keberatan dengan pembayaran sekaligus, sekolah dapat mempertimbangkan skema angsuran yang lebih fleksibel. Selain itu, kebijakan subsidi silang, di mana keluarga mampu turut berkontribusi lebih untuk membantu mereka yang kurang mampu, bisa menjadi solusi yang adil.
3. Pengadaan Seragam Bekas Layak Pakai: Sekolah dapat memfasilitasi program pengumpulan seragam bekas layak pakai dari siswa yang telah lulus atau naik jenjang, untuk kemudian didistribusikan kepada siswa yang membutuhkan dengan biaya minimal atau gratis.
4. Alternatif Outing Class yang Ekonomis:Konsep outing class memang penting untuk pengalaman belajar di luar kelas. Namun, sekolah dapat mencari alternatif kegiatan yang lebih ekonomis atau bahkan mengintegrasikan kegiatan serupa ke dalam kurikulum tanpa biaya tambahan yang memberatkan. Misalnya, kunjungan ke fasilitas publik gratis atau memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah sebagai media belajar.
5. Pendekatan Personal dan Pendataan Akurat: Sekolah perlu memiliki data akurat mengenai kondisi ekonomi wali murid dan membuka jalur komunikasi yang mudah diakses bagi mereka yang ingin menyampaikan keberatan atau mencari solusi. Pendekatan personal dan empati sangat diperlukan dalam menangani kasus per kasus.

Dengan kolaborasi antara pihak sekolah, komite sekolah, wali murid, dan pemerintah daerah, diharapkan masalah biaya pendidikan di awal tahun ajaran baru ini dapat menemukan titik terang. Pendidikan adalah hak setiap anak, dan sudah seharusnya tidak ada satu pun anak yang terhalang mengejar cita-citanya karena kendala finansial. ( bre)