Desa Wisata Kampus Kopi Banyuanyar kenalkan konsep desa sebagai kampus terapan

Desa Wisata Kampus Kopi Banyuanyar ;wisatawan diajak menikmati rerimbunan hutan kopi lereng Gunung Merbabu. dari menyeduh kopi, berkebun hingga beternak. (yull/Fokusjateng.com)

Fokus Jateng- BOYOLALI,- Desa Wisata Kampus Kopi Banyuanyar, atau Kampung Susu dan Kopi, terus mengembangkan destinasi wisata, selain berpotensi alam, juga menjadi tempat belajar tentang pertanian dan peternakan (Agro Eco Edu Tourism).
“Kampus kopi bukan sekadar nama, tetapi benar-benar menjadi tempat praktik belajar (Best Practice Learning) dan aktivitas nyata di desa, sebagai lokasi dan media pembelajaran yang menggunakan potensi desa. Tempat ini terbuka untuk semua orang, seperti halnya kampus atau ruang belajar di desa, di mana wisata harus memberi Sesuatu untuk dilihat, Sesuatu untuk dirasakan, Sesuatu untuk dibeli, dan Sesuatu untuk dipelajari,” papar Kepala Desa Banyuanyar, Komarudin.
Desa Banyuanyar di Boyolali, Jawa Tengah, sambung Komarudin, tengah berupaya membentuk desa dengan model kerja sama pentahelix, salah satunya dengan Universitas Sebelas Maret (UNS) melalui program Wirausaha Baru Mahasiswa (WIBAWA UNS) dengan mengirimkan 153 mahasiswa pada Selasa 22 Juli 2025.
“Jadi program ini untuk mengembangkan potensi kewirausahaan mahasiswa agar menjadi alumni yang berwirausaha, dengan cara memberikan pelatihan, pendampingan, dan bantuan dana awal bagi mereka yang punya ide bisnis atau sedang mulai usaha,” katanya.
Menurut Komarudin, Fieldtrip Wibawa bertujuan untuk membantu mahasiswa belajar kewirausahaan langsung dari pengalaman nyata, agar mereka tidak hanya paham teori, tetapi juga bisa menangkap nilai dan praktik sebenarnya dari dunia usaha. Mahasiswa diajak mengunjungi pelaku usaha yang sudah sukses menjalankan bisnisnya.
“Agar mereka bisa melihat langsung proses produksi, cara mengatur operasional, strategi menjual produk, serta tantangan dan ide baru yang dihadapi pelaku usaha,” jelasnya.
Dengan kegiatan ini, sambung Komarudin, mahasiswa diharapkan mendapatkan inspirasi, memperluas pengetahuan tentang kewirausahaan, dan membangun jaringan yang bisa membantu mereka mengembangkan usaha sendiri di masa depan. Salah satunya adalah menciptakan kampus terapan, yaitu memanfaatkan desa sebagai tempat belajar praktik bagi mahasiswa, agar ilmu yang mereka pelajari di perkuliahan bisa diterapkan untuk menyelesaikan masalah nyata di desa, sekaligus ikut membangun desa.
“Konsep ini sejalan dengan program kampus Berdampak yang mendorong mahasiswa untuk belajar di luar kampus, diluar program studi, termasuk di desa sebagai laboratorium lapangan untuk menerapkan keilmuan secara nyata.”
Ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam konsep desa sebagai kampus terapan diantaranya; Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik, dimana mahasiswa terjun langsung ke desa untuk mengidentifikasi masalah, merencanakan solusi, dan mengimplementasikan program pembangunan bersama masyarakat.
Selanjutnya program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) Desa, pada program ini memungkinkan perangkat desa atau individu yang memiliki pengalaman kerja di desa untuk mendapatkan pengakuan atas pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, serta melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi melalui jalur khusus.
Kemudian program Pemberdayaan Masyarakat Desa, yakni mahasiswa dapat membantu masyarakat desa dalam mengembangkan potensi ekonomi lokal, meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, memperkuat pemerintahan desa, serta melestarikan lingkungan.
“ Tentu saja ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa dan desa. Untuk mahasiswa bisa mendapatkan pengalaman praktis dan kontekstual dalam menyelesaikan masalah di dunia nyata, sedangkan desa akan mendapatkan bantuan tenaga ahli dan sumber daya dari perguruan tinggi,” katanya.
Dengan konsep desa sebagai kampus terapan, diharapkan perguruan tinggi dapat berperan aktif dalam
pembangunan desa, berkelanjutan. (ist/**)