FOKUSJATENG.COM, KARANGANYAR – Teriknya matahari siang tak menyurutkan antusiasme ratusan warga di Lapangan Desa Jatipuro, Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar. Mereka berdesakan, mata tajam mengawasi setiap bungkusan apem yang melayang dari panggung utama. Salah satunya adalah Londo Samudono (42), yang terlihat bersemangat meraih setiap apem yang dilempar. Payung pun tak hanya jadi pelindung, tapi juga wadah penangkap rezeki. Belasan ribu apem ludes dalam sekejap, tak sampai seperempat jam.
Londo Samudono, warga Jatipuro, mengaku selalu ikut berebut apem dalam Kirab Budaya Wahyu Kliyu ini. Beberapa bungkus apem yang berhasil ia kumpulkan tersimpan rapi di tas kecilnya. “Seru, ini dapat banyak,” ujarnya semringah. Ia berharap tahun depan, jumlah apem yang dibagikan bisa lebih banyak lagi.
Kirab apem ini adalah bagian dari upacara adat Wahyu Kliyu, tradisi tahunan yang digelar setiap bulan Suro. Kepala Desa Jatipuro, Rakino, menjelaskan bahwa tahun ini ada 17 gunungan berisi sekitar 17 ribu apem yang dikirab. Apem-apem ini berasal dari swadaya warga dan berbagai instansi, menjadi simbol kebersamaan dan gotong royong.
Puncak upacara adat Wahyu Kliyu sendiri akan berlangsung pada Sabtu dini hari (12/7) pukul 00.00. Pada momen sakral ini, setiap kepala keluarga di Dusun Kendal Desa Jatipuro akan menyebarkan 344 apem. Rakino menambahkan, “Wahyu Kliyu itu nanti malam yang sakral. Permohonan kepada sang pencipta agar warga Dusun Kendal dijauhkan dari mara bahaya.”
Upacara adat Wahyu Kliyu sendiri bukanlah sembarang tradisi. Menurut Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Karanganyar, Heri Sutrisno, tradisi ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Tingkat Nasional pada tahun 2021. “Hal-hal seperti ini perlu dilestarikan. Di tahun depan kita tingkatkan supaya lebih meriah,” ungkapnya.
Nilai-Nilai Moral yang Tersirat dalam Wahyu Kliyu:
Di balik kemeriahan berebut apem dan prosesi sakral Wahyu Kliyu, tersimpan sejumlah nilai moral yang kuat:
Kebersamaan dan Gotong Royong
Tradisi ini secara nyata menunjukkan bagaimana masyarakat secara kolektif berpartisipasi, baik dalam menyiapkan apem maupun dalam prosesi kirab. Semangat kebersamaan begitu kental terasa, menyatukan warga dalam satu tujuan.
Syukur dan Harapan:
Penyebaran apem dan permohonan yang dipanjatkan saat puncak upacara Wahyu Kliyu mencerminkan rasa syukur atas berkah yang telah diterima, sekaligus harapan akan keselamatan dan keberkahan di masa mendatang. Ini adalah wujud optimisme dan keyakinan pada kekuatan doa.
Pelestarian Budaya dan Identitas
Penetapan Wahyu Kliyu sebagai warisan budaya tak benda nasional menegaskan pentingnya menjaga tradisi. Ini bukan hanya sekadar acara, melainkan bagian dari identitas suatu masyarakat yang harus diwariskan dari generasi ke generasi, mengajarkan tentang akar dan jati diri
Kesederhanaan dan Kebahagiaan dalam Kebersamaan
Antusiasme Londo Samudono dan warga lain dalam berebut apem, meskipun sederhana, menunjukkan bahwa kebahagiaan bisa ditemukan dalam kebersamaan dan partisipasi aktif dalam tradisi komunal. Hal ini mengingatkan kita untuk menghargai momen-momen sederhana yang membawa kegembiraan bersama.
Wahyu Kliyu bukan hanya sekadar event budaya, melainkan cerminan nilai-nilai luhur yang senantiasa dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Jatipuro. ( ck/bre)