FGD Kebangsaan BEM Nusantara Jateng, Kupas Isu Tumpang Tindih Kewenangan Dan Penegakan hukum dalam RUU KUHAP

BOYOLALI–  Guna memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap dinamika reformasi hukum di Indonesia, Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEMNUS) Koordinator Daerah Jawa Tengah menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Tumpang Tindih Kewenangan dan Penegakan Hukum dalam RUU KUHAP”. Kegiatan ini diselenggarakan di Aula Gedung Utama Universitas Boyolali.

FGD ini bertujuan untuk membuka ruang dialog kritis seputar Revisi Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), khususnya terhadap potensi tumpang tindih kewenangan antara lembaga penegak hukum. Melalui forum ini, mahasiswa didorong untuk memahami dan mengkritisi arah kebijakan hukum pidana yang akan diterapkan, serta mengidentifikasi tantangan dan peluang yang menyertainya.

Kegiatan diikuti oleh sekitar 170 peserta dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, dosen, praktisi hukum, dan tamu undangan. Tiga narasumber dihadirkan untuk memperkaya diskusi, yaitu Ananda Megha Wiedar Saputri, S.H., M.H. (Kaprodi Ilmu Hukum Universitas Boyolali), Dr. Mohamad Yufidz Anwar Ibrohim, S.H., M.H. (pakar hukum pidana dari UIN Raden Mas Said Solo), dan Teguh Kayen, S.HI., M.H. (praktisi hukum).

Selama kegiatan berlangsung, peserta diajak mengulas berbagai isu krusial dalam RUU KUHAP, mulai dari pemahaman dasar substansi RUU KUHAP, peran penegakan hukum yang proporsional, hingga potensi dominasi kelembagaan dalam penegakan hukum, khususnya oleh kejaksaan. Diskusi juga menyinggung pentingnya penegakan hukum yang proporsional dan berbasis sinergi, bukan konflik antar lembaga.

Salah satu poin penting yang dibahas dalam forum ini adalah pentingnya kejelasan pembagian fungsi antara Polisi dan Jaksa dalam proses penyidikan dan penuntutan. Hal ini guna menghindari kekosongan hukum, konflik kewenangan, serta memastikan perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Kedua institusi ini seharusnya dapat bekerja sama dan berkoordinasi dengan baik untuk mencapai tujuan dan sistem yang semakin baik, yaitu menanggulangi kejahatan di tengah masyarakat. Kepolisian dan kejaksaan diharapkan dapat terhubung dalam suatu bentuk koordinasi fungsional. Dengan demikian tidak ada ada salah satu Lembaga yang merasa dilemahkan wewenangnya dalam proses penegakan hukum.

Penegakan hukum di Indonesai akan bisa mencapai kata “berkeadilan” jika antar Lembaga penegak hukum saling bekerjasama serta tidak terdapat tumpang tindih tupoksi.

Di akhir kegiatan, para narasumber dan peserta merumuskan sejumlah rekomendasi sebagai hasil kegiatan FGD, yaitu :
1. Meninjau ulang rencana revisi RUU KUHAP dengan mengutamakan asas kesetaraan pembagian tugas & keadilan hukum.
2. Merekomendasikan kajian ilmiah hukum di berbagai perguruan tinggi sebagai upaya bersama membangun supremasi hukum di Indonesia.
3. Menolak segala bentuk politisasi hukum demi terciptanya Undang-undang yang adil di Indonesia.
4. Mengembalikan sepenuhnya tugas penyidikan kepada Aparat Kepolisian supaya tidak terjadi peran ganda di kejaksaan.
5. Merekomendasikan serta mengusulkan kegiatan FGD yang sama bekerja sama dengan media pers di berbagai daerah di jawa Tengah, dengan maksud problematika penegakan hukum dalam RUU KUHAP mampu ditelaah serta dipahami oleh kalangan aktivis mahasiswa
6. Menyimpulkan dan mengumpulkan berbagai kajian ilmiah yang telah ditempuh melaui FGD kemudian dijadikan sebagai sebuah naskah akademik yang bisa dijadikan referensi.

Melalui FGD ini, BEM Nusantara Jateng menegaskan komitmennya dalam menghadirkan ruang akademik yang aktif, kritis, dan solutif terhadap isu-isu hukum nasional. Diharapkan, hasil diskusi dapat menjadi masukan konstruktif bagi para pemangku kebijakan dalam menyusun regulasi yang adil, efektif, dan berlandaskan prinsip negara hukum. ***