Wayang Kulit Semalam Suntuk, Meriahkan HUT Boyolali

Bupati Boyolali M Said Hidayat bersama 3 dalang cilik, sebelum pentas wayang kulit semalam suntuk ditampilkan untuk memperingati hari jadi Boyolali ke -175 di Pendapa Ageng (yull/Fokusjateng.com)

Fokus Jateng – Boyolali- Pentas wayang kulit semalam suntuk ditampilkan untuk memperingati hari jadi Boyolali ke -175 di Pendapa Ageng, Kamis 9 Juni 2022. Pertunjukan wayang kulit tersebut sukses membuat antusias warga membludak. Warga sekitar berbondong-bondong menonton acara kesenian tradisional tersebut hingga larut. Pentas menghadirkan dalang Ki Margono dengan lakon Jimat Kalimosodo.
Para pejabat, termasuk Bupati M Said Hidayat dan jajarannya duduk di kursi di belakang layar. Sedangan penonton dibelakang niyaga dengan duduk di karpet yang telah disediakan. Masyarakat betah duduk hingga pentas usai.
“Semoga pergelaran ini selain menjadi hiburan juga pendidikan sekaligus melestarikan budaya. Dalam rangka memeriahkan rangkaian peringatan hari jadi Boyolali,” kata Bupati .
Pada kesempatan itu, Bupati juga mengenalkan tiga dalang cilik yang akan pentas pada Sabtu 11 Juni besok siang. Ketiga dalang tersebut yaitu, Yesaya Abimanyu Pradipta siswa TK Imanuel Boyolali.
Kemudian Radite Hanung Putra Eris Sandi, siswa kelas VI SD Santo Fransiskus dan Fathir Narendra Widhitama, siswa kelas IV SD Negeri 5 Boyolali. Mereka bertiga akan membawakan lakon Wahyu Makutoromo secara bergantian yang juga digelar di Pendopo Ageng.
“Saya ucapkan terima kasih kepada orang tua yang mendidik anaknya menjadi dalang,” ujar Bupati.
Bupati sempat mengetes Yesaya Abimanyu dengan menunjukkan nama salah satu tokoh wayang. Yesaya dengan cepat menjawab mantap,”Bambang Sekutrem.”
“Weh isoh tenan ki,” ucap Bupati seraya tersenyum.
Adapun cerita Jimat Kalimosodo yang dipentaskan tadi malam bercerita tentang asal usul terciptanya pusaka Jamus Kalimasada. Awalnya, ada seorang raja bernama Prabu Kalimantara dari Kerajaan Nusahantara yang menyerang kahyangan.
Dia membawa serta para pembantunya, yaitu Sarotama dan Ardadedali. Dengan mengendarai Garuda Banatara, Kalimantara mengobrak-abrik tempat tinggal para dewa. Batara Guru raja kahyangan meminta bantuan Bambang Sakutrem dari pertapaan Sapta Arga untuk menumpas Kalimantara.
Dengan menggunakan kesaktiannya, Sakutrem berhasil membunuh semua musuh para dewa tersebut. Jasad mereka berubah menjadi pusaka. Kalimantara berubah menjadi kitab bernama Jamus Kalimasada, Sarotama dan Ardadedali masing-masing menjadi panah, sedangkan Garuda Banatara menjadi payung bernama Tunggulnaga.
Sakutrem kemudian memungut keempat pusaka tersebut dan mewariskannya secara turun-temurun, sampai kepada cicitnya yang bernama Resi Wiyasa atau Abiyasa. Ketika kelima cucu Abiyasa, yaitu para Pandawa membangun kerajaan baru bernama Amarta, pusaka-pusaka tersebut pun diwariskan kepada mereka sebagai pusaka yang dikeramatkan dalam istana.