Dampak Defisit, Tunggakan BPJS Kesehatan Cabang Boyolali ke Rumah Sakit Capai Rp 70 Miliar

Kepala Kantor BPJS Cabang Boyolali Juliansyah. (Yulianto/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG – BOYOLALI – Dampak defisit secara nasional yang terjadi di tubuh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengefek ke tingkat cabang. Seperti yang dialami BPJS Kesehatan Cabang Boyolali yang membawahi wilayah Boyolali dan Klaten.

Kini, tunggakan ke rumah sakit sejumlah 22 tempat di dua daerah tersebut tembus Rp 70 miliar.

“Itu hutang, jadi kewajiban kami bayar, tapi belum bisa,” terang Kepala BPJS Cabang Boyolali Juliansyah, Jumat 21 September 2018.

Sebagai rincian, sekitar Rp 30 miliar untuk 10 rumah sakit di Boyolali dan sisanya untuk 12 rumah sakit di Klaten. Perkiraan jumlah tersebut dihitung per tanggal 20 September 2018. Sebab, klaim atau jumlah nominalnya terus bergerak.

“Angka tersebut belum termasuk denda atau penalti akibat keterlambatan pembayaran. Mulai tersendat sejak Juli atau masuk semester kedua,” papar dia.

Beban tunggakan tersebut tak hanya ada di BPJS Cabang Boyolali, tapi terjadi secara nasional. Sembari menunggu pemecahan defisit di tingkat pusat, pihaknya sudah menawarkan solusi jangka pendek untuk klaim yang belum bisa dibayarkan agar operasional rumah sakit bisa berjalan.

Yakni melalui talangan dari perbankan. Solusi tersebut bisa dilakukan di beberapa rumah sakit swasta di Klaten. Namun untuk rumah sakit milik pemerintah, hal tersebut memang cukup sulit sebab terkait regulasi anggaran yang lebih ketat.

“Kami terus berkoordinasi dengan pusat untuk langkah konkrit, infonya minggu depan dicairkan,” katanya.

Selain struktur iuran, sambungnya, secara umum penyebab defisit salah satunya disebabkan arus iuran dari peserta mandiri yang tersendat. Di BPJS Cabang Boyolali sendiri, untuk wilayah Boyolali, peserta mandiri yang patuh sebanyak 73 persen atau jumlah peserta yang menunggak mencapai 27 persen atau sekitar 20 ribu peserta mandiri dengan nilai sekitar Rp 13 miliar.

“Untuk Klaten, nilai tunggakannya kurang lebih sama namun secara persentase lebih rendah dari Boyolali karena jumlah pesertanya lebih banyak dengan tingkat kepatuhan sebanyak 83 persen,” ujar dia.