Rangga Panambang: Kesatria Sejati di Balik Kebesaran Pangeran Sambernyawa

FOKUSJATENG.COM, KARANGANYAR – Sejarah perjuangan Raden Mas Said, yang kelak dikenal sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunagara I atau Pangeran Sambernyawa, tak bisa dilepaskan dari sosok Kyahi Ngabehi Rangga Panambang. Bukan sekadar pengikut, Rangga Panambang adalah seorang sahabat, panglima perang, dan simbol kesetiaan tanpa pamrih yang menjadi pilar penting dalam 16 tahun perlawanan Pangeran Sambernyawa melawan dominasi Mataram dan VOC.

Kesatria yang Rela Tinggalkan Kenyamanan Demi Perjuangan

Kyahi Ngabehi Rangga Panambang adalah nama kehormatan yang dianugerahkan kepada Raden Sutawijaya III, seorang keturunan ningrat dari trah Wangsa Mataram. Berdasarkan silsilahnya, Raden Sutawijaya III memiliki kedudukan terpandang: putra dari Raden Tumenggung Wirasuta, Bupati Hundagi di Kartasura, dan cicit dari Patih Kartasura, Raden Adipati Danureja.

Meskipun ayahnya meninggalkan warisan harta yang melimpah, hati Raden Sutawijaya III merasa kecewa. Ia tidak dapat menggantikan kedudukan ayahnya karena adanya perubahan aturan di Kraton Kartasura saat itu. Kekecewaan ini, ditambah dengan rasa empati, membuatnya tergerak ketika mendengar penghinaan yang dialami oleh RM Suryakusuma (RM Said) di Kepatihan Kartasura.

“Rasa kecewa atas ketidakadilan di keraton dan semangat kepeduliannya terhadap RM Said menjadi titik balik. Ia memilih jabatan, kewiraan, dan perjuangan daripada harta benda,” ujar seorang pemerhati sejarah lokal.

Momen Kunci: Awal Mula Dukungan di Nglaroh

Dukungan Raden Sutawijaya III terhadap RM Suryakusuma bermula dari sebuah pertemuan penting. Ia menemui RM Suryakusuma dan mengajaknya untuk sowan kepada R Kyai Wiradiwangsa di Nglaroh. Kyai Wiradiwangsa lantas memberikan nasihat tegas, menyarankan RM Suryakusuma untuk segera meninggalkan keraton dan memulai perjuangan dari Nglaroh.

Mendengar hal ini, Raden Sutawijaya III segera memberikan dukungan penuh, bahkan berjanji untuk mengumpulkan para pemuda yang juga sakit hati dengan kondisi keraton.

“Bandara, aturipun kakang Wiradiwangsa punika prayogi dipun sembadani, mangkeh kula inggih badhe ambiyantu…” (Bandara, perkataan Kakang Wiradiwangsa itu baik untuk dipenuhi, nanti saya juga akan membantu…), demikian petikan dari Babad Panambangan.

Pada Rebo Kliwon, 3 Rabiulakir tahun Jimakir 1666 Jawa (1741 Masehi), RM Suryakusuma dan para pendukungnya, termasuk Raden Sutawijaya III, meninggalkan Kraton Kartasura menuju Tanah Nglaroh, sebuah penanda dimulainya perang panjang yang legendaris.

Diangkat Menjadi Panglima Bergelar Rangga Panambang

Di Nglaroh, kesetiaan Raden Sutawijaya III diuji. Ia tidak hanya mendukung secara moral dan materi, tetapi juga secara ikhlas melatih para pemuda Nglaroh teknik beladiri, mempersiapkan mereka untuk medan perang.

Atas jasa dan dukungan besarnya, RM Suryakusuma menganugerahkan nama kehormatan dan jabatan penting kepada sahabatnya.

  • Nama Baru: Kyahi Ngabehi Rangga Panambang. Nama “Panambang” diberikan karena Raden Sutawijaya telah memberikan banyak dukungan kebaikan (panambang artinya tambahan/dukungan kebaikan) kepada RM Suryakusuma.

  • Jabatan: Pucuk Pimpinan Panglima Para Punggawa (para pengikut yang dibawa dari Kartasura), menunjukkan posisi militer tertinggi kedua setelah RM Said sendiri.

Selama 16 tahun perjuangan, Rangga Panambang muncul sebagai Panglima Perang dalam berbagai pertempuran besar, selalu mendampingi RM Said dan membawa kemenangan-kemenangan penting. Kesaktian dan kemampuannya memimpin pasukan menjadi faktor krusial dalam keberhasilan Pangeran Sambernyawa.

Ganjaran Kesetiaan: Patih di Pura Mangkunegaran

Perjuangan gigih RM Suryakusuma akhirnya membuahkan hasil dengan berdirinya Kadipaten Mangkunegaran. RM Suryakusuma diangkat sebagai KGPAA Mangkunagara I.

Sebagai ganjaran atas kesetiaan yang tak pernah luntur, Kyahi Ngabehi Rangga Panambang diangkat sebagai Patih Pura Mangkunegaran yang mengurus urusan rumah tangga Pura, sekaligus tetap menjadi Kepala Punggawa KGPAA Mangkunagara I. Ini adalah jabatan tertinggi kedua di Kadipaten Mangkunegaran, sebuah pengakuan abadi atas dedikasi dan jasa-jasanya.

Kyahi Ngabehi Rangga Panambang wafat pada tahun 1792 dan dimakamkan di Astana Randu Songo, Karanganyar. Namanya terukir sebagai patriot sejati, sosok yang membuktikan bahwa kesetiaan dan pengabdian tulus adalah senjata paling ampuh dalam sejarah perjuangan bangsa. ( bre )