Fokus Jateng-SUKOHARJO – Penanganan perkara kecelakaan mobil yang tertemper KA Batara Kresna kembali memanas. Permohonan pergantian majelis hakim yang diajukan tim hukum GP Law Firm resmi ‘mentok’ setelah Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo menolak.
Kuasa hukum terdakwa, Dwi Prasetyo Wibowo, menyebut keputusan itu jauh dari harapan dan tidak menyentuh inti persoalan, yakni dugaan pelanggaran prosedur serius pada persidangan sebelumnya.
Usai bertemu Ketua PN Sukoharjo, Dwi Hananta, di Command Center PN pada Senin 8 Desember 2025, Dwi menyampaikan bahwa pengadilan beralasan pergantian majelis hanya dapat dilakukan bila ditemukan unsur conflict of interest.
“Ketua PN menyampaikan bahwa pergantian majelis hakim hanya dapat dilakukan bila terbukti ada benturan kepentingan. Itu yang menjadi dasar penolakan,” tegas Dwi.
Meski begitu, PN Sukoharjo dikatakan memberi jaminan bahwa jalannya sidang lanjutan akan berada di bawah pengawasan langsung hakim pengawas. Namun, Dwi menilai pengawasan semacam itu tidak otomatis menghilangkan persoalan mendasar.
“Kami diberi garansi bahwa persidangan berikutnya dimonitor ketat. Namun bagi kami, substansinya bukan sekadar pengawasan,” ujarnya.
Penolakan ini sontak menjadi sorotan, mengingat tim pembela sebelumnya telah melayangkan keberatan keras atas sidang 12 November 2025 dengan agenda sidang pembacaan dakwaan yang digelar tanpa kehadiran kuasa hukum terdakwa. Lebih jauh, jaksa yang hadir pun bukan jaksa yang ditugaskan dalam perkara.
“Pokok keberatan kami jelas. Sidang itu mengabaikan hak fundamental terdakwa untuk mendapat pendampingan hukum. Bahkan sidang dipercepat dari jadwal SIPP PN Sukoharjo,” tegas Dwi.
Terdakwa Surya Hendra Kusuma, Petugas Jaga Lintasan (PJL), kini dijerat Pasal 359 dan/atau Pasal 360 ayat (2) KUHP serta ketentuan dalam UU Perkeretaapian, dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun penjara.
Dwi menegaskan bahwa kecelakaan Batara Kresna pada 26 Maret 2025 bukanlah peristiwa tunggal. Serangkaian insiden serupa sebelum dan sesudah tanggal tersebut menunjukkan adanya masalah sistemik dalam tata kelola keselamatan perlintasan kereta api.
“Ini bukan semata kesalahan PJL. Ada persoalan struktural pada sistem perkeretaapian yang harus dibenahi. Hakim perlu berani mengambil putusan yang kredibel,” ujarnya.
Selain keberatan dalam proses persidangan, GP Law Firm juga telah melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim berinisial DI ke Komisi Yudisial (KY).
Hingga berita ini diturunkan, Ketua PN Sukoharjo Dwi Hananta belum memberikan tanggapan resmi mengenai hasil pertemuan maupun teknis pelibatan hakim pengawas dalam sidang selanjutnya. (nan/**)
