Harga Telur di Boyolali masih tinggi, Pedagang Kuliner puyeng

Fokus Jateng – BOYOLALI,- Harga telur ayam di Pasar Tradisional Sunggingan Boyolali, masih tercatat tinggi. Hingga Senin 3 November 2025, harga masih berada dikisaran Rp 29.000 hingga Rp 30.000 per kilogram.

Kondisi ini berdampak luas ke masyarakat. Mereka yang berbisnis kuliner harus putar otak dan mengatur strategi agar tidak rugi.

Para pedagang kuliner skala kecil atau pedagang warung makan dan jajanan mengaku resah. Untuk menjaga pelanggan agar tidak lari, mereka terpaksa mengurangi labakarena tidak berani menaikkan harga jual produk mereka.

Riki Fajar, seorang pedagang sempol ayam di Kecamatan Simo, Boyolali, dalam sehari Riki bisa menghabiskan delapan kilogram telur ayam. Namun, naiknya harga telur membuat Riki harus menambah modal untuk bisa berjualan. Riki tidak memilih untuk menaikkan harga jual Sempol ayamnya, meski berisiko mendapatkan untung lebih sedikit.

“Untuk telur naiknya drastis ya, yang biasanya 26 (ribu) itu sekarang jadi Rp 30.000. Kemarin sempat turun menjadi 29.000, sekarang naik lagi menjadi Rp 30.000,” ujar Riki saat ditemui pada Senin. 3 November 2025.

Riki mengaku kenaikan ini sangat memukul keuntungannya. Namun, jika nantinya harga telur di pasaran masih tetap tinggi dengan waktu yang cukup lama, Riki dengan berat hati akan menaikkan harga jual sempol ayamnya. Mengingat harga fillet ayam juga telah naik dari Rp 36.000 menjadi Rp 40.000 per kilogram.

 “Pengaruhnya lebih terasa di laba ya, karena kalau kita memperkecil produksi, takut dikomplain sama customer. Saat ini kita mengurangi laba saja,” keluhnya.

Senada, Ardi, pemilik kedai Warmindo di Jalan Perintis Kemerdekaan, Boyolali. Ia kini harus membeli telur dengan harga Rp 410.000 per peti (isi 15 kilogram). Harga ini naik signifikan dari harga normal yang biasanya di angka Rp 350.000 hingga Rp 360.000 per peti.

“Rata-rata dulu sih sekitar 370 sampai 380 (ribu rupiah). Sebulan yang terakhir ini bisa sampai 400, 410 (ribu rupiah) per satu kratnya,” kata Ardi.

Menurut keterangan yang Ardi peroleh dari pemasok, tingginya permintaan dari program pemerintah menjadi faktor utama,

“Kalau katanya yang jual, suppliernya stoknya banyak yang ke MBG semua gitu. Jadi yang dijual buat yang umum stoknya tinggal sedikit. Ngaruh ke harga katanya,” katanya.

Akibat biaya modal yang membengkak, Ardi mengaku omset kedainya turun hingga 10 persen. Hingga saat ini, pedagang mengaku belum ada tanda harga telur akan turun. Ardi memperkirakan, harga telur kemungkinan baru stabil kembali setelah permintaan dari sekolah mereda dan pasokan dari peternak bertambah.

“Bingung juga sih. Ya terpaksa kita tunggu pasokan dari peternak lancar,” ucapnya. ( yull/**)