Lindungi Korban dan Saksi! DPR asal Karanganyar dan LPSK Tegaskan Pentingnya Pelaporan Kasus Kriminal, Soroti Lonjakan Kekerasan Seksual Anak

FOKUSJATENG.COM, KARANGANYAR  – Kekerasan seksual, khususnya terhadap anak, dan kasus investasi ilegal menjadi dua permohonan perlindungan tertinggi yang masuk ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Data mencolok ini terungkap dalam sosialisasi urgensi perlindungan saksi dan korban yang digelar di Tawangmangu, Karanganyar, Jumat (17/10).

Acara yang diinisiasi oleh Anggota DPR RI Komisi III, Rinto Subekti, bersama LPSK ini bertujuan mengedukasi masyarakat agar tidak ragu melaporkan kejahatan dan memahami hak-hak yang bisa diperoleh sebagai saksi maupun korban.

Jaminan Perlindungan dan Kompensasi

Rinto Subekti, dalam penjelasannya, menekankan pentingnya peran masyarakat Karanganyar untuk berani bertindak. Ia memastikan bahwa saksi dan korban tidak perlu takut.

“Tidak perlu takut menjadi saksi, tetapi juga apabila dia menjadi korban, ada hak-hak yang bisa diberikan, yang memang itu sesuai dengan aturan yang ada, yang dalam hal ini dinaungi oleh LPSK,” ujar Rinto Subekti.

Ia berharap sosialisasi ini membuat masyarakat “lebih paham apa arti pentingnya saksi dan korban” serta “terhadap apa yang menjadi kompensasi yang diberikan kepada korban.” Dengan demikian, warga didorong untuk memanfaatkan hak perlindungan dan kompensasi yang dijamin undang-undang.

Kekerasan Seksual Anak Mendominasi Permohonan

Ketua LPSK, Brigjen Pol (Purn) Achmadi, merinci sejumlah tindak pidana yang menjadi fokus kewenangan LPSK. Selain pelanggaran HAM berat, terorisme, dan korupsi, Achmadi secara khusus menyoroti tingginya permohonan terkait Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), terutama yang berasal dari kasus investasi ilegal.

Data LPSK hingga Oktober 2025 menunjukkan angka yang mengkhawatirkan:

  • Kekerasan Seksual Anak: 1.181 permohonan perlindungan.
  • Kekerasan Seksual (Dewasa): 240 permohonan.

Angka ini memperlihatkan lonjakan signifikan dari tahun ke tahun. Achmadi memperingatkan bahwa jumlah kasus yang dilaporkan ini kemungkinan masih memiliki dark number (kasus yang tidak terungkap/dilaporkan).

“Korban itu mengalami dampak yang berkepanjangan,” tegas Achmadi. Pernyataan ini menjadi pengingat bagi masyarakat tentang betapa pentingnya peran aktif untuk mencegah terjadinya kejahatan, serta peran lembaga perlindungan dalam memberikan penanganan atau treatment yang tepat bagi para korban.

Lingkup Kasus di Bawah LPSK

LPSK memiliki kewenangan untuk memberikan perlindungan pada korban dan saksi untuk sejumlah tindak pidana, antara lain:

  • Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
  • Terorisme.
  • Narkotika/Psikotropika.
  • Tindak pidana korupsi.
  • TPPU.
  • Penyiksaan.
  • Tindak pidana kekerasan seksual (termasuk anak).
  • Tindak pidana lain dengan ancaman keselamatan jiwa.

Sosialisasi ini menjadi momentum penting untuk meningkatkan kesadaran publik bahwa kejahatan harus dilaporkan dan korban memiliki hak penuh atas perlindungan serta pemulihan. ( bre )