Fokus Jateng-SOLO -Dewan Profesor Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta kembali menggelar Talk Show untuk membahas isu strategis nasional. Kali ini, topik yang diangkat adalah “Potensi dan Permasalahan Produk Lokal Tanaman untuk Agrofuel Bahan Bakar Nabati di Indonesia”, di Ballroom Gedung Ki Hadjar Dewantara UNS Tower, Kamis 18 September 2025.
Ketua Panja Energi Bersih Dewan Profesor UNS, Prof. Dr. Agus Supriyanto, S.Si., M.Si. menyampaikan bahwa Bahan Bakar Nabati (BBN) berbasis tanaman lokal memiliki potensi besar untuk menjadi alternatif energi ramah lingkungan sekaligus mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang cadangannya semakin menipis. Pemanfaatan BBN tidak hanya mendukung kemandirian energi nasional, tetapi juga membuka peluang pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan tanaman energi di berbagai daerah.
“Melalui talk show ini, diharapkan dapat lahir gagasan-gagasan inovatif yang tidak hanya memperkuat upaya pengembangan energi berkelanjutan di Indonesia, tetapi juga mendorong sinergi antara akademisi, industri, pemerintah, dan masyarakat. Dengan demikian, pemanfaatan energi baru terbarukan benar-benar dapat menjadi solusi nyata untuk mewujudkan ketahanan energi dan mendukung target transisi menuju net zero emission,” papar Ketua Panja Energi Bersih Dewan Profesor UNS.
Dalam talk show tersebut, Dewan Profesor UNS menghadirkan narasumber dari berbagai disiplin ilmu. Pertama, Prof. Dr. Ir. I.G.B. Ngurah Makertihartha yang merupakan Guru Besar dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Beliau membawakan materi dengan tema “Pengembangan Teknologi Proses Produksi Bahan Bakar Nabati di Indonesia”.
Prof. Makertihartha menyampaikan Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) karena merupakan penghasil minyak nabati terbesar di dunia, terutama kelapa sawit dengan produksi 51,3 juta ton CPO dan 4,7 juta ton CPKO per tahun. Selain sawit, ada sumber lain seperti kelapa, jarak pagar, kapok, nyamplung, malapari, biji karet, dan kemiri sunan. Potensi ini dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk pangan, tetapi juga untuk memproduksi bensin biohidrokarbon, diesel biohidrokarbon, dan bioavtur sebagai tulang punggung kedaulatan energi nasional.
Kedua, Prof. Dr. Widya Fatriasari, S.Hut., M.M. dari Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan materi “Teknologi Konversi Biomassa untuk Pengembangan Bioproduk sebagai Sumber EBT dan Material Berkelanjutan”. Beliau menyampaikan bahwa ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil menimbulkan risiko defisit energi, bahkan pada tahun 2025 diproyeksikan terjadi kekurangan sekitar 67,9 juta barel BBM yang sebagian besar harus dipenuhi melalui impor. Kondisi ini menuntut percepatan pemanfaatan energi terbarukan, seperti matahari, air, angin, panas bumi, serta biomassa, sebagai solusi strategis.
Biomassa memiliki ketersediaan yang melimpah di Indonesia dan berpotensi menjadi sumber energi terbarukan sekaligus bahan kimia berkelanjutan. Namun, pemanfaatannya masih terbatas karena menghadapi tantangan dari sisi teknologi dan dukungan kebijakan.
Dalam biomassa terkandung tiga biopolimer utama. Selulosa dapat dikonversi menjadi pulp, kertas, gula, bioetanol, papan serat, maupun pulp biomedis. Lignin berpotensi diolah menjadi produk kimia, biosurfaktan, nano lignin, hingga aditif tahan api, meski saat ini sekitar 95% masih digunakan sebagai bahan bakar boiler industri pulp. Sementara itu, hemiselulosa dapat dikembangkan menjadi berbagai produk turunan seperti xylosa dan xylitol.
Ke depan, tantangan utama adalah meningkatkan skala produksi dari laboratorium menuju industri, memperkuat integrasi dari hulu hingga hilir, serta membangun sinergi antara riset, industri, dan pemerintah. Dukungan kebijakan menjadi kunci untuk mempercepat inovasi. Dengan potensi sumber daya hayati yang sangat besar, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pusat pengembangan biomassa yang ramah lingkungan, ekonomis, dan kompetitif di tingkat global.
Ketiga, Prof. Dr. Ir. Endang Yuniastuti, M.Si. Guru Besar dari Fakultas Pertanian (FP) UNS menyampaikan materi “Potensi Tanaman sebagai Bahan Baku Agrofuel”. Ia menyampaikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang padat, sehingga kebutuhan energinya terus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu, cadangan energi fosil (BBM) semakin menipis. Kondisi ini mendorong perlunya pencarian sumber energi baru yang lebih berkelanjutan.
Dengan potensi sumber daya alam yang besar, Indonesia memiliki peluang untuk mengembangkan energi alternatif berbasis tumbuhan atau BBN. Energi alternatif ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga dapat berbasis kerakyatan karena memanfaatkan sumber daya lokal.
Sejumlah tanaman mulai dijajaki sebagai bahan baku BBN, antara lain jarak pagar untuk biodiesel dan ganyong untuk bioetanol. Tanaman-tanaman tersebut bahkan bisa dibudidayakan di lahan marginal yang kurang subur, sehingga tidak bersaing dengan kebutuhan pangan. Selain itu, masih banyak jenis tanaman lain yang berpotensi dikembangkan sebagai agrofuel untuk mendukung kemandirian energi nasional.
Pembicara keempat yaitu Prof. Dr. I.G.A. Ketut Rachmi Handayani, S.H., M.M. Guru Besar dari Fakultas Hukum (FH) UNS membahas “Kebijakan Publik dan Regulasi Bio Energi”. Menurutnya, dukungan regulasi yang konsisten dan berpihak pada energi terbarukan menjadi kunci dalam mendorong investasi serta implementasi bahan bakar nabati di Indonesia.
Pemanfaatan bioenergi perlu melibatkan partisipasi aktif masyarakat, sehingga pengembangan energi terbarukan dapat berbasis kerakyatan dan memberi manfaat langsung bagi warga. Selain itu, upaya mewujudkan kemandirian energi dan penyediaan energi yang terjangkau harus diprioritaskan melalui optimalisasi sumber daya energi lokal sesuai potensi daerah. Seiring dengan semakin menipisnya cadangan energi fosil dan meningkatnya permintaan terhadap energi ramah lingkungan, diperlukan dukungan kebijakan pemerintah yang konsisten untuk mendorong percepatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).
Sementara itu, Ketua Dewan Profesor UNS, Prof. Drs. Suranto Tjiptowibisono, M.Sc., Ph.D., menyampaikan apresiasi kepada para narasumber. Ia menegaskan bahwa hasil kajian ini akan menjadi rekomendasi akademis yang dapat disampaikan kepada pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.
“UNS berkomitmen untuk menjadi pusat keunggulan riset yang memberikan manfaat nyata bagi bangsa, termasuk dalam mendukung transisi energi menuju net zero emission,” ujarnya. (humasuns/**)