FOKUSJATENG.COM, KARANGANYAR – Suasana syahdu nan khidmat menyelimuti Gedung Serbaguna YURO di Dusun Ngreso, Desa Nglebak, Tawangmangu, pada Rabu malam (17/9/2025). Gema alunan gamelan berpadu dengan antusiasme warga yang berkumpul, bukan sekadar untuk sebuah tontonan, melainkan untuk merayakan warisan, rasa syukur, dan kebersamaan dalam pagelaran wayang kulit.
Acara yang merupakan puncak dari rangkaian tradisi Bersih Dusun ini menjadi bukti nyata bahwa seni tradisi masih memiliki tempat istimewa di hati masyarakat. Di tengah arus modernisasi, warga Nglebak memilih untuk menghidupkan kembali nilai-nilai luhur melalui pertunjukan wayang kulit semalam suntuk yang sarat makna.
Pagelaran ini terasa lebih istimewa karena digelar sebagai wujud tasyakuran atau rasa syukur atas berkah yang diterima dusun, sekaligus untuk menyambut datangnya Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H. Sebuah perpaduan harmonis antara tradisi budaya Jawa dan spiritualitas Islam yang mengakar kuat.
Dalang kondang asal Yogyakarta, Ki Pandhu, S.Sn., dengan piawai memainkan lakon “Wahyu Katentreman”. Pilihan lakon ini bukanlah tanpa alasan. “Wahyu Katentreman” yang berarti “Wahyu Kedamaian dan Ketenangan” menjadi cerminan doa dan harapan seluruh warga agar dusun mereka senantiasa dilimpahi ketenteraman, kedamaian, dan kesejahteraan.
Bupati Karanganyar, H. Rober Christanto, S.E., M.M., yang turut hadir di tengah-tengah warga, memberikan apresiasi mendalam. Dalam sambutannya, ia mengungkapkan kebanggaannya terhadap semangat masyarakat Nglebak yang tak kenal lelah merawat tradisi.
“Kegiatan seperti ini adalah wujud nyata kekayaan budaya kita. Ini bukan hanya tontonan, tetapi juga tuntunan. Di dalamnya ada nilai gotong royong, kebersamaan, dan spiritualitas yang harus terus kita jaga dan wariskan kepada generasi penerus,” ujar Bupati Rober.
Ia juga menekankan betapa pentingnya menjadikan kegiatan budaya sebagai sarana untuk mempererat tali silaturahmi dan kekompakan warga, terutama saat dihubungkan dengan momentum keagamaan yang memperkuat nilai-nilai kebaikan.
Kehadiran ratusan warga dari Desa Nglebak dan sekitarnya yang memadati lokasi hingga larut malam menjadi penegas bahwa wayang kulit bukan sekadar seni pertunjukan usang. Bagi mereka, ini adalah ruang komunal untuk bertemu, berbagi cerita, dan menguatkan kembali ikatan sosial. Semangat gotong royong terlihat jelas dari persiapan hingga pelaksanaan acara, di mana setiap warga bahu-membahu demi kesuksesan hajatan bersama ini.
Pagelaran wayang kulit di Dusun Ngreso menjadi sebuah potret indah tentang bagaimana sebuah komunitas mampu menjaga identitas dan kearifan lokalnya. Di balik bayangan para tokoh pewayangan di kelir, tersimpan harapan besar akan lahirnya “Wahyu Katentreman” yang sesungguhnya dalam kehidupan bermasyarakat. ( bre)