Bocah di Boyolali, takut ke sekolah karena tidak mendapatkan seragam

Fokus Jateng-BOYOLALI,- Rasa khawatir sedikit mulai memudar. Padahal sebelumnya, perasaan cemas selalu menghantui Heru membesarkan keempat anaknya, termasuk putrinya nomor 3 yang baru duduk di kelas 7 SMPN 2 Teras, Kabupaten Boyolali.
Ia tidak mau ke sekolah karena belum mendapatkan seragam olahraga. Heru bukan tidak mau membelikan anaknya seragam baru. Namun, kondisi ekonomi yang sulit membuatnya tidak mampu membelikan seragam itu.
“Jangankan untuk membeli seragam, untuk menutupi kebutuhan sehari-hari saja harus humpimpa (tidak selalu ada,red),” katanya, ditemui Jumat 15 Agustus 2025.
“Penghasilan saya sebagai tukang ojek pangkalan paling banter Rp 50 ribu/ hari untuk membiayai 4 anak. Istri juga tidak bekerja,” imbuhnya.
Namun, bukan seorang ayah namanya jika tak mampu memberikan yang terbaik untuk putra-putrinya. Hal itu juga dilakukan oleh Heru.
Di saat bingung dengan keadaanya yang mengimpit, serta kondisi anaknya yang mengalami perundungan di sekolah, Heru mendapatkan bantuan dari Bupati Boyolali Agus Irawan.
” Saya dikasih uang kekurangan seragam dan ongkos jahit. Lalu saya ke sekolah untuk membayarnya. Ternyata sekolah tidak mau menerima uangnya, jadi saya tidak bisa membawa seragam anak saya,” ucapnya.
Heru menceritakan, jika kemarin, Kamis 14 Agustus 2025 putrinya pulang sekolah menangis. Saat ditanya, ia mengaku tidak mendapatkan pembagian seragam olahraga, karena belum melunasi pembayaran seragam.
Pada saat pembagian seragam itu, guru itu juga sempat menanyakan siapa anak yang belum menerima. Anaknya pun langsung mengangkat tangan.
“Saat tu gurunya spontan bilang. La kowe rung bayar. Yo Ra entuk (La Kamu belum bayar, ya belum dapat),” kata Heru menirukan perkataan anaknya.
Diakuinya, pihak sekolah tidak mewajibkan untuk membeli semuanya, sehingga ia hanya membeli seragam Kotak-kotak, Batik, olahraga dan Bed Atribut. Totalnya sebesar Rp 841 ribu.
” Saya jual TV laku Rp 450 ribu. Uang itu langsung dibayarkan. Sehingga kurang Rp 391 ribu,” tambahnya.
Heru mengaku sebenarnya sudah memohon kebijaksanaan sekolah agar seragam anaknya diberikan terlebih dahulu. Soal kekurangan biayanya, dia berjanji tak akan melarikan diri.
Apalagi, anaknya masih tiga tahun sekolah di SMP tersebut. Namun pihak sekolah tetap tak bisa memberikan seragam itu sebelum lunas.
” Saya juga sudah janji akan melunasi kalau dana PIP (Program Indonesia Pintar) cair. Tapi bilangnya tidak bisa, katanya kalau lunas baru bisa diberikan seragamnya,”kata Heru.
“Hari ini tidak masuk sekolah karena malu tidak punya seragam olahraga, kondisi mentalnya drop, pas saya bawakan uang malah ditolak,” tambahnya.
Sebelumnya, Plt Kadisdikbud Boyolali, M Arief Wardianta menegaskan, sekolah maupun tenaga pendidik dilarang memfasilitasi langsung maupun tidak langsung terkait seragam maupun perlengkapan bahan ajar.
Arief juga sudah menurunkan Surat Edaran (SE) Nomor : 400.3/103/4.1/2025. Tentang larangan menjual seragam sekolah dan perlengkapan bahan ajar, serta pungutan langsung maupun tidak langsung kepada peserta didik pada satuan pendidikan.
“Bahwa seragam, LKS, buku itu adalah kewenangan wali murid, sekolah tidak boleh memfasilitasi,” jelas Arief. ( yull/**)