Kejari Boyolali musnahkan barang bukti dari 68 perkara pidana

Fokus Jateng-BOYOLALI ,- Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali memusnahkan sejumlah barang bukti (BB) dari 68 perkara tindak pidana umum yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Pemusnahan berlangsung di halaman Kantor Kejari, pada Rabu 16 Juli 2025 tersebut dilakukan dengan sejumlah cara. Untuk barang bukti berupa narkoba dilakukan dengan cara diblender dicampur air sabun. Kemudian untuk ponsel dihancurkan dengan cara dipukul menggunakan palu besi.

Untuk barang bukti kasus tipiring berupa miras dan ciu dilakukan dengan cara dihancurkan botol kacanya. Sedangkan untuk ciu yang diwadahi menggunakan botol bekas air miberal dilakukan dengan cara dituang.

Kemudian barang bukti berupa senjata tajam dihancurkan dengan cara dipotong- potong menggunakan gerinda. Terakhir barang bukti berupa pakaian, kartu domino, kipas angin dan pakaian dibakar langsung dalam dua buah tong.

“Pemusnahan BB periode Februari -Juni 2025 ini dilakukan untuk kasus yang telah inkrah atau berkekuatan hukum tetap,” ujar Kajari Boyolali, Tri Anggoro Mukti kepada wartawan.

Dikemukakan, pemusnahan barang bukti dari sejumlah perkara. Yaitu, 30 perkara narkotika terdiri dari 2 paket ganja seberat 46,39 gram; 11 paket sabu 45,922 gram; tembakau sintetis 3,12 gram, tablet narkotika 767 buktir dan 9 ponsel.

Kemudian 8 perkara terkait penegakan ketertiban umum. Terdiri 11 sajam, 2 ponsel kartu remi dan domino. Jneis perkara orang dan harta benda sebanyak 14 perkara. Barang bukti yang dimusnahkan berupa 3 buah ponsel dan pakaian.

“Serta 6 perkara tindak pidana ringan (tipiring). BB yang dimusnhakan berupa 80 botol miras berbagai merk dan 91 botol ciu.”

Kajari menambahkan kasus yang menonjol sejauh ini masih terkait kenakalan remaja, dimana dari tahun ke tahun khususnya para pesilat. Banyak menimbulkan korban, tiap tahun ada yang meninggal dalam latihan. Menurut Kajari, hal itu hendaknya menjadi konsen bersama. Tidak hanya di level aparat hukum saja, yang selalu melakukan penindakan, namun tidak ada perbaikan di jajaran level organisasi seperti pencak silat.

“Setiap ada latihan ada yang meninggal, pelakunya juga anak-anak masih di bawah umur, itu yang menjadi konsen bersama termasuk OPD ( organisasi perangkat daerah),” ucapnya. ( yull/**)