Fokus Jateng- SURAKARTA,– Pusat Studi Pengamalan Pancasila (PSPP) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mengadakan Webinar Nasional dengan bertema “Sudahkah Pendidikan Kita Ber-Pancasila?” pada Selasa, 28 Mei 2024.
Turut Hadir narasumber Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A. (Mantan Rektor sekaligus Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta) dan Dr. Bramastia, M.Pd. (Tim Peneliti PSPP UNS dan Pemerhati Kebijakan Pendidikan) serta moderator Dr. Akbarudin Arif, MA (Dosen Pascasarjana UNS) yang dihadiri lebih dari 200 orang peserta.
Kepala PSPP UNS Surakarta Prof. Dr. Leo Agung S, M.Pd dalam pengantarnya mengatakan bahwa Pancasila mendapat tantangan serius dalam dunia Pendidikan. Dinamika dan romantika Pancasila selalu memberikan warna sendiri dalam setiap siklus kekuasaan, salah satunya yang terkait dengan Pendidikan nasional.
Sedangkan, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNS Surakarta, Prof. Dr. Fitria Rahmawati, S.Si, M.Si menyampaikan apresiasi atas terselenggarakannya acara Wibinar Nasional bertema “Sudahkan Pendidikan Kita Ber-Pancasila?” dalam rangka refleksi Hari Pendidikan Nasional.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A. yang merupakan mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, disampaikan bahwa kita bisa memotret dan mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan kita. Ada multi makna Pancasila, yang merupakan satu-satunya dasar negara yang lengkap bisa mengakomodir keragaman Indonesia. “Berkaca dari masa lalu, pada struktur kurikulum tidak ada mata kuliah Pancasila karena diyakini sebagai instrumen politik pada masa orde baru.”
Ia memaparkan, pada waktu itu mata pelajaran Pancasila sempat dihilangkan dan hanya beberapa kampus yang masih ada. Pada waktu tahun 2009, dirasakan betul kelihatannya sudah lupa pada Pancasila yang pada akhirnya muncullah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan. Sedangkan tahun 2019 Pancasila dikeluarkan sendiri. Pancasila kemudian berangsur-angsur muncul kembali, sehingga semua merasa membutuhkan dan penting. Oleh sebab itu, apabila mencermati fungsi dan tujuan pendidikan nasional, maka perlu menanamkan nilai-nilai moral yang baik. “Pertanyaan bagaimana ini biaya pendidikan tinggi tidak berpihak pada rakyat? Harusnya segera dijawab. Bahkan, harapannya nilai-nilai apa yang bisa diakomodir yang bisa berdampak kedepannya, bukan hanya kebutuhan akademik saja tapi Pancasila harus juga diimplementasikan di kehidupan,” papar Prof. Dr. Rochmat .
Sedangkan, pemerhati kebijakan Pendidikan Dr. Bramastia, M.Pd menyampaikan bahwa saat ini ruang dialektika pendidikan saat ini kurang dibuka lebar. Kalau berbicara mengenai merdeka belajar justru perlu dibuka lebar dialektika pendidikan, namun justru saat ini hanya sedikit yang berani menyuarakan pandangan mengenai pendidikan. “Artinya, memang dialektika pendidikan ini sangat minim sekali dan tentu ruang demokrasi sebagaimana Pancasila kita menjadi minim nafas Pancasilanya,” ujarnya.
Ia menambahkan adanya sentralisasi pendidikan. Dulu, ada ruang untuk masuknya gagasan tentang pendidikan yang mana gagasan itu diolah dalam Badan Standarisasi Nasional Pendidikan atau BSNP dan itu terjadi. Tetapi saat ini justru sentralisasi pendidikan terjadi dibawah kekuasaan yang terkendali, meskipun banyak faktor yang melandasi dan tersentral di segala aspek Pendidikan.
Dijelaskan bahwa harusnya ada dasar sebelum yang harus dibuat untuk membuat aturan baru. Harus ada sosialisai sebagai feedback dari publik. Kalau tidak mau mendengar, artinya sudah tidak ada itikad baik dari pembuat kebijakan terhadap keberpihakannya pada rakyat karena sandaran kita adalah Pancasila. Hal ini terlihat dalam gambaran pendidikan kita saat ini yang minim dengan ideologi Pancasila, karena nilai-nilai yang ada dalam Pancasila hanya sebatas jargon saja. “Misalnya, bicara kampus merdeka tapi beban administrasinya luar biasa. Sehingga ketika minim pemahaman tentang ideologi Pancasila, maka semakin lama Pancasila akan menguap. Akibatnya, pandangan kita hanya berorientasi pada keuntungan otomatis akan beralih pada perspektif yang berbeda, bukan lagi Pendidikan yang menempatkan Pancasila sebagai ideologi Pendidikan kita,” pungkasnya. (ist/**)