Ada Peningkatan Tren Kasus Kekerasan Pada Perempuan dan Anak

FOKUS JATENG-BOYOLALI- Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP4A) Boyolali, Ratri S Survivalina menyebut ada peningkatan tren kasus kekerasan pada perempuan dan anak dalam kurun waktu 2020-2021.
Disebutkan pada 2020 kasus kekerasan pada anak sebanyak 30 kasus. Lalu pada 2021 naik menjadi 33 kasus. Hal serupa juga terjadi pada perempuan. Pada 2020 kasus kekerasan pada perempuan hanya 20 kasus. Lalu pada 2021 naik menjadi 26 kasus.
“Pengumpulan data yang kami lakukan menunjukkan terjadinya tren kasus  kekerasan pada anak dan perempuan meningkat.  Untuk awal 2022 ini tercatat sudah ada 19 kasus untuk kekerasan pada anak maupun perempuan. Yang berupa pelecehan seksual ini ada 10 kasus. Ini agak ngeri juga, karena banyak terjadi juga orangtua ke anak, kakak ke adik. Jadi terjadi diinternal yang harusnya menjadi tempat berlindung, tapi justru menjadi salah satu tempat yang membahayakan bagi perempuan dan anak,” kata Ratri .
Sedangkan, data dari Pengadilan Agama (PA), lanjut Ratri ada 1.137 cerai gugat dan 503 kasus cerai talak di tahun 2021. Artinya banyak perempuan yang mengajukan cerai gugat. Salah satunya dipicu KDRT seperti kerasan fisik, psikis, penelantaran, faktor ekonomi dan lainnya.
“Namun pada 2020 kekerasan masih didominasi pelecehan seksual/persetubuhan dengan 45 persen kasus. Lalu kenakalan anak 27 persen, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 25 persen dan kekerasan fisik, psikis dan penelantaran anak sebanyak 4 persen,” papar Ratri.
Kemudian pada 2021, kekerasan pada perempuan dan anak, masih didominasi kasus pelecehan seksual yakni 43 persen. Lalu KDRT sebanyak 23 persen, kenakalan anak 18 persen dan kekerasan fisik, psikis serta penelantaran anak 16 persen. Ada banyak faktor yang memicu terjadinya kekerasan pada perempuan dan anak. Seperti masalah ekonomi, perkembangan teknologi informasi (TI) yang tidak terkendali.
“Memang perkembangan TI yang aksesnya tidak ada kendali membangun mindset dan jiwa anak dan orang dewasa mempunyai pola hidup instan. Jadi membuat mereka tidak mau bekerja keras, maka yang terjadi kekerasan. Mencari jalan pintas,” imbuhnya.
Senada Bupati Boyolali, M. Said Hidayat mengatakan ada puluhan kasus yang terjadi tiap tahunnya. Masih tingginya kasus kekerasan pada perempuan dan anak ini menjadi perhatian bagi Pemkab Boyolali.
“Kami juga apresiasi tim penanganan kekerasan pada perempuan dan anak yang sudah berjalan dan menangani dengan baik. Kami harap itu bisa ditangani. Utamanya pencegahan dengan edukasi, komunikasi dan sosialisasi di wilayah pendidikan,” katanya.
Bupati juga menegaskan perlu langkah yang tepat untuk menekan pernikahan dini. Mengingat pernikahan dini juga memicu banyaknya kasus perceraian diusia muda.
“Maka selain kita sediakan ruang-ruang untuk menampung korban KDRT, kita juga telah memiliki Peraturan Bupati dan Peraturan daerah  yang membahas tentang Kekerasan pada perempuan dan anak,” pungkasnya.