Sudah Turun, Segini Harga Telur dan Cabai di Boyolali

Harga sejumlah kebutuhan pokok seperti telur dan cabai di Pasar Boyolali berangsur turun (/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Harga cabai dan telur berangsur turun setelah tahun baru. Padahal sebelumnya harga cabai sempat mencapai Rp 100ribu per kilogram dan harga telur tembus Rp 35ribu per kilogram.
Pedagang Pasar Boyolali Kota, Heri Widiyanto, saat ini harga cabai berkisar Rp 80ribu per kilogram, padahal menjelang tahun baru kemarin sempat turun hingga Rp 70ribu per kilogram.
“Saat natal, cabai rawit tembus Rp 100ribu, terus turun menjadi Rp 70 ribu per kilo gram. Tapi saat tahun baru, naik lagi menjadi Rp 80 ribu dan bertahan sampai hari ini,” katanya saat ditemui di Pasar Boyolali Kota, Selasa (4/1/2022).
Penurunan harga juga terjadi pada cabai teropong dan cabai keriting. Yakni dari harga Rp 50 ribu turun menjadi Rp 40 ribu per kilogram. Sedangkan cabai hijau besar juga turun Rp 10 ribu, dari harga Rp 40 ribu menjadi Rp 30 ribu per kilogram.
“Yang harganya naik justru tomat, dari Rp 8 ribu menjadi Rp 14 ribuper kilogram. Harga minyak juga stagnan, Rp 19-Rp 20 ribu per liter. Kalau minyak harga eceran tertinggi (HET) Rp 13.500, tapi kenaikan harga sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu. Saya juga tanya ke suplier dan memang stoknya kosong, terutama minyak curah,” imbuhnya.
Heri menambahkan, hingga sejauh ini harga telur masih fluktuaktif, bahkan berbeda jam pembelian bisa berbeda harga.
“Kalau telur saya paling tinggi jual Rp 31 ribu per kilogram. Karena saya ambil langsung dari peternak, jadi bisa lebih murah. Tapi kalau lewat distributor ya bisa sampai Rp 36 ribu. Dan harga telur itu memang paling susah diprediksi, karena ganti-ganti harga terus. Kalau saya selama nataru ini memang mengalami peningkatan permintaan telur,” jelasnya
Menurut peternak ayam petelur di Desa Jelok, Cepogo, Taufan, harga telur dari peternak tertinggi Rp 28 ribu per kilogram. Kenaikan harga ini dipicu kebutuhan pasar terutama saat adanya pembagian bantuan sosial (Bansos) program keluarga harapan (PKH). Kemudian disambut dengan nataru.
“Jadi yang membuat harga tinggi karena faktor adanya bansos PKH lalu bebarengan dengan nataru. Sehingga permintaan naik. Kalau sekarang harganya mulai normal lagi,” pungkasnya.