Satreskrim Polres Boyolali Tangkap Pengedar Uang Palsu Asal Klaten

Ungkap kasus peredaran uang palsu Polres Boyolali. (Yulianto/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Naim Baskoro (43) salah satu pengedar uang palsu asal Dukuh Mrisen, Desa Turus, Kecamatan Polanharjo, Klaten mengaku berhasil mencetak uang palsu hingga puluhan juta rupiah sekitar dua bulan ini. Uang itu dicetak dengan pecahan seratus ribuan. Naim dan komplotannya ditangkap satreskrim Polres Boyolali pada Rabu (21/10/2020) lalu.

“Kami sudah mencetak uang palsu sebanyak 150 lembar kemudian dijual Rp 1.250.000 untuk setiap 50 lembarnya, sekali cetak lima juta –lima juta,” kata Naim dihadapan Polisi.

Dia dengan tiga anggotanya ditangkap berikut sejumlah barang bukti, para tersangka adalah, Muhammad Amin alias Ateng (29) alamat Dukuh Tegaljeruk, Desa Kragilan, Kecamatan Mojosongo; Suparno alias Capung (39) alamat Dukuh/Desa Wangen, Kecamatan Polanharjo, Klaten. Serta Endar Wati (41) yang tak lain adalah istri Naim Baskoro.

“Tersangka Endarwati ini yang membantu tersangka Naim Baskoro membuat upal dirumahnya,” kata Wakapolres Boyolali, Kompol Ferdy Kastalani. Senin (2/11/2020).

Menurut Wakapolres, Para pelaku mencetak uang palsu menggunakan mensin cetak print, kertas HVS dan tinta warna. Selanjutnya upal tersebut dibuat seolah lecek, dengan demikian semakin mengaburkan jika uang tersebut palsu.

“Pengakuan tersangka pembuatan uang ini hasil dari belajar sendiri, motifnya adalah faktor ekonomi,” imbuhnya.
Adapun penangkapan tersangka bermula dari laporan seorang warga di Kecamatan Mojosongo. Dia dirugikan lantaran menerima pembayaran uang palsu. Dari laporan, petugas berhasil membekuk Ateng. Dari keterangan Ateng inilah, tiga tersangka lain akhirnya juga diamankan.

“Ateng mendapatkan upal dari tersangka Suparno alias Capung. Dan Suparno mendapatkannya dari Naim Baskoro. Ketiga tersangka ini adalah residivis kasus curat,” ujarnya.

Wakapolres menegaskan tersangka kini ditahan di ruang tahanan Mapolres setempat untuk penyidikan lebih lanjut. Para tersangka dikenai pasal 36 ayat 3 sub ayat 2 dan ayat 1 UU RI No 7 tahun 2011 tentang Mata Uang dan atau pasal 244 dan 245 KUHP.

“Dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun dan denda Rp 50 miliar,” katanya.