Buka Luwur, Tradisi Budaya di Makam Syech Maulana Ibrahim Magribi di Hari Ke-20 Bulan Muharram

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Memasuki hari keduapuluh Bulan Muharram atau Suro pada penanggalan Jawa,  sejumlah juru kunci Makam Syech Maulana Ibrahim Magribi di Desa Candisari; Kecamatan Gladagsari terlihat sibuk. Persiapan mereka dalam rangka menyambut tradisi Buka Luwur.

Agenda rutin tahunan yang digelar pada hari Jumat terakhir di bulan Suro tersebut harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Agenda tahunan yang juga disebut warga sebagai sadranan tersebut salah satu prosesinya yakni penggantian kain lurup di beberapa makam di komplek tersebut.

“Memang ini sudah menjadi tradisi yang sudah lama sekali. Dan perlu kita lestarikan terlihat masyarakat sangat antusias untuk mengikuti acara ini,” ungkap anggota DPRD Kabupaten Boyolali, Dwi Adi Agung Nugroho, disela ritual pada Jumat (27/9/2019).

Terdapat lima makam yang diganti kainnya yakni makam tersebut yakni Syech Maulana Ibrahim, Maghribi Dewi Nawangwulan, Ki Ageng Pantaran, Ki Ageng Mataram dan Ki Ageng Kebo Kanigoro.

Tradisi Buka Luwur diawali dengan kirab kain luwur dan kelengkapan lain diserahkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Boyolali, Masruri kepada sang juru kunci makam. Dilanjutkan dengan prosesi penggantian kain tersebut. Usai rangkaian penggantian kain dilanjutkan dengan pembacaaan dzikir dan tahlil yang diikuti para ratusan peziarah yang memadati komplek makam. Sebagai akhir, digelar tradisi kenduri yang membagikan makanan kenduri yang diyakini bisa dialap berkahnya.

“Itu bentuk budaya, adat istiadat yang memang harus kita uri-uri, disamping nanti juga akan menjadi menarik untuk wisata religi. Artinya ini menjadi refleksi bagi kita terhadap sejarah dan riwayat daerah kita,” ungkapnya.

Salah satu pengunjung, Rusminah setelah prosesi kenduri mengatakan bahwa dia dan keluarganya sengaja datang di Pantaran untuk berziarah. “Setiap Suro selalu kesini (Pantaran-red), sering kesini. Tiap malam jumat kalau ada waktu pasti kesini,” ungkap warga Tengaran; Kabupaten Semarang ini.

Tradisi yang sudah turun temurun ini, diharapkan bisa dijaga dan diteruskan generasi penerus.