FOKUS JATENG – BOYOLALI – Musim kemarau mendatangkan berkah tersendiri bagi petani tembakau. Sebab, saat panen seperti sekarang ini, dalam produksinya membutuhkan pemanasan alami maksimal. Sehingga hasil produksi tembakau menjadi bagus.
Para petani ini menjemur tembakau tidak berada di daerahnya tapi harus turun gunung. Seperti yang dilakukan petani di lereng Merapi-Merbabu Kecamatan Selo dan Cepogo.
“Kalau tidak ke lahan kosong lapang,” kata Dalimin (40), warga Desa Genting, Kecamatan Cepogo, saat menjemur tembakau di Lapangan Desa Jurug, Kecamatan Cepogo, Senin 13 Agustus 2018.
Belasan mobil pikap milik petani dari Selo dan Cepogo berdatangan membawa tembakau rajangan untuk dikeringkan. Tembakau rajangan tersebut sudah diletakkan di widig atau anyaman bambu.
“Saya kebetulan membawa 75 widig dengan menggunakan mobil pikap,” tuturnya.
Dia terpaksa membawa turun tembakau karena di desanya sedang mendung. Padahal, tembakau rajangan harus bisa kering dalam sehari agar kualitasnya bagus. Jika tidak, maka kualitas anjlok karena tembakau menjadi berwarna kehitaman.
Saat ini, lanjut dia, petani baru memanen tembakau tajap pertama. Yang dipanen adalah daun tembakau paling bawah. Tembakau jenis tersebut harganya lebih murah, sekitar Rp 55.000/kg untuk tembakau kering.
“Semakin ke atas semakin mahal, bisa mencapai Rp 70.000/kg,” kata dia.